mardiasmoPRAKTEK rekayasa akuntansi baik di sektor publik maupun di sektor swasta dituding sebagai salah satu penyebab krisis ekonomi. Dengan adanya rekayasa menyababkan pengambilan kebijakan menjadi salah arah, yang pada gilirannya akan terjerembab dalam krisis ekonomi.

Hal itu yang selalu diingatkan Ketua DPN IAI (Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia) Mardiasmo, yang saat ini menjabat sebagai Kepala BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) kepada para akuntan, baik akuntan pendidik, akuntan publik, akuntan sektor publik dan manajemen. “Peran akuntan dalam mengantisipasi krisis ekonomi besar sekali,” kata Mardiasmo di Jakarta, Senin, (11/11/2013).

Mantan Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan itu memberi contoh tentang akutan pendidik. Dengan tugas sehari-hari mendidik manusia menjadi ahli akuntansi diharapkan tidak hanya menekankan pada lini keilmuaan atau kompetensi, namun harus menghasilkan akuntan-akuntan yang berintegritas. “Dia harus mendidik orang-orang agar benar-benar ahli dalam akuntansi, punya moral dan intergritas. Kita tak hanya butuh orang pintar, tapi harus punya integritas,” ujar pria jangkung yang selalu memperkenalkan dirinya sebagai presiden, namun presiden akuntannya Indonesia kepada awak media.

Lepas dari dunia pendidikan, para akuntan akan berhadapan dengan dunia nyata. Mereka bisa memilih menjadi akuntan pendidik, akuntan manajemen, akuntan pemerintah ataupun akuntan publik. Di sinilah hasil didikan para akuntan pendidik diuji, apakah dapat menghasilkan akuntan profesional atau akuntan-akuntanan. “Kalau profesional, ya berkompentensi dan berintegritas,” tambahnya.

Dikatakannya, akuntanlah yang menyusun laporan keuangan untuk kemudian diaudit eksternal auditor yang notanbene akuntan. Tentunya dengan harapan, baik yang menyusun maupun yang mengaudit harus benar-benar profesioanal.”Tidak ada creative accounting diplintir- plintir. Bila terjadi, bisa jeblog lagi, seperti 1998,” ujarnya.

Ia mengingatkan, kejahatan kerah putih bisa datang dari akuntan. Hal itu terjadi tahun 1998, banyak perusahaaan-perusahaan merekayasa laporan keuangannya agar tampak baik. “Meng-engginer equity misalnya, nah ini tidak boleh,” katanya.

IAI sebagai organisasi profesi akuntan banyak mendapat pelajaran dan membuat langkah-langkah agar kejadian 1998 tak terulang kembali, misalnya dengan melakukan konvergensi IFRS ke dalam PSAK. Penilaian setiap aset bisa menggunakan nilai wajar. “Profesi akuntan itu harus full picture, tapi yang benar. Untuk itu, kita sudah konvergensi IFRS mengggunakan fair value, menggunakan nilai yang sebenarnya, dulu kan historical,” tambahnya.

Di sektor publik, Mardiamo menginginkan akuntan dapat mengawal APBN dari perencanaan hingga pelaporan, sehingga APBN benar- benar sampai ke tujuaan, melalui pembangunan dan bukan hanya tetesan- tetesannya yang sampai ke masyarakat. Supaya hal itu tercapai, IAI  telah mengawal dari proses pemilu legislatif dan Pilpres.

“Supaya dalam Pemilu 2014 tidak terjadi money politik, agar orang orang yang maju dalam Pileg dan Pilpres menggunakan uang yang bersih, kami telah memberi rambu-rambu penyusunan laporan keuangan partai dan Caleg,” ujarnya.

Dengan menjaga proses pemilihan legislatif, Plipres dan Pilkada diharapkan akan muncul calon-calon yang bersih dan bukan calon-calon yang datang dengan uang kotor. “Dengan calon yang bersih, kita berharap yang terpilih nanti benar- benar dapat mengawal APBN untuk sampai ke tujuannya dengan nilai yang ditetapkan dan bukan hanya tetesannya,” kata Mardiasmo.

Sumber : Akuntan Online