IAI: Terbitnya PMK 25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara harus berimplikasi ke semua sektor kehidupan di negeri ini. Termasuk terhadap opini laporan keuangan pemerintah daerah yang selama ini masih kesulitan mencapai opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Karena dengan PMK ini, akuntan yang tersebar di seluruh pelosok negeri bisa berkontribusi lebih optimal. Ketua Dewan Penasihat IAI, Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, IAI perlu memastikan akuntan profesional yang tersebar di pelosok negeri, memahami keberadaan dan urgensi PMK. “Karena itu sosialisasi secara intensif perlu dilakukan. IAI bekerjasama dengan pemerintah harus memastikan informasi ini tersampaikan kepada seluruh stakeholders,” ujar Moerma ketika ditemui di Gedung BPK RI, belum lama ini. Moerma berharap, partisipasi optimal dari seluruh akuntan profesional, terutama yang tersebar di daerah-daerah, akan membantu meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dari berbagai lembaga. Apalagi selama ini sedikit sekali daerah yang mampu mencapai opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam laporan keuangannya. Selanjutnya dengan adanya penataan akuntan beregister, Moerma berharap penyebaran akuntan profesional di seluruh daerah bisa terdeteksi. “Selama ini kita kesulitan mengidentifikasi hal itu. Yang kami tahu hanya akuntanakuntan yang berpraktik di BPK dan BPKP,” ujar Anggota I BPK itu. Moerma memastikan, publik di berbagai wilayah di tanah air diuntungkan dengan lahirnya PMK ini. Ketika akuntan profesional bisa bekerja optimal,transparansi dan akuntabilitas publik akan lebih cepat tercapai. Dengan begitu, angka korupsi akan bisa ditekan sehingga anggaran pembangunan bisa lebih tepat sasaran. “Kita mengharapkan ada good will pemda dan lembaga negara lainnya untuk selalu menggunakan jasa akuntan profesional dalam membantu proses pelaporan mereka. Karena selama ini alasannya karena kelangkaan akuntan profesional, kini seharusnya kondisi itu secara bertahap bisa diatasi,” harap Moerma.
Akuntan Profesional di BPK
Idealnya, lembaga tinggi pemeriksa keuangan seperti BPK memiliki sekitar 70 persen dari SDM-nya adalah akuntan profesional. Walaupun saat ini angka itu belum tercapai. “Mungkin akuntan di BPK baru sekitar 40-50 persen dari total SDM,” terang Moerma. “Padahal ketika saya dulu di BPKP, akuntannya mencapai 80 persen dari SDM.” Kondisi ini jelas belum memadai bagi lembaga tinggi negara itu. Di sisi lain, pemeriksaan yang dilakukan BPK cukup banyak, terdiri dari pemeriksaan atas laporan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, termasuk di dalamnya pemeriksaan investigatif. “Saat ini kami baru di pemeriksaan laporan keuangan yang merupakan mandatory dari UU. Tapi untuk pemeriksaan kinerja, baru dilakukan sebesar 10 persen. Baru nanti kalau semua entitas sudah beropini WTP, BPK akan melakukan audit kinerja,” tegas Moerma. Ke depannya, kata dia, untuk mencapai 70 persen porsi akuntan di BPK akan dilakukan secara bertahap. Tentu dimulai dari proses rekrutmen. “Karena namanya lembaga pemeriksa maka pegawai yang berlatar belakang akuntan paling tidak harus 70 persen,” dia mengingatkan.
Didorong Jadi Anggota IAI
Secara keseluruhan, Moerma memberikan banyak catatan dengan lahirnya PMK ini. Antara lain, dengan adanya PMK ini beberapa akuntan yang sudah beregister masih banyak belum menjadi anggota IAI. Sehingga ketika nanti ada proses registrasi ulang sesuai amanat PMK ini, maka mereka harus menjadi anggota IAI. “Makanya dari segi keanggotaaan, nanti akan bisa didapat angka yang tepat jumlah akuntan profesional yang terdaftar sebagai anggota IAI. Padahal selama ini mereka yang teregister tapi tak menjadi anggota IAI bisa jadi masih bekerja di bidang akuntansi juga,” Moerma menegaskan.
(Tulisan ini telah dimuat di Majalah Akuntan Indonesia Edisi Bulan Maret 2014, dari Rubrik Laporan Utama)
Komentar Terbaru