iai1IAI: Mari kita lihat sisi historis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25/PMK.01.2014 tentang Akuntan Beregister Negara. Tadinya, ketika seorang akuntan diregister, mereka tidak merasa punya beban ketika menyandang sebutan sebagai akuntan. Ketika  sudah mendapat gelar akuntan, seumur hidup dia menjadi akuntan. Apapun yang terjadi, dia akan selalu disebut akuntan. Sehingga tidak ada kebanggaan dan nilai lebih yang membedakan akuntan “beneran” (profesional) dengan “akuntan-akuntanan” (hanya sebutan).

Terbitnya PMK ini akan membuat seorang akuntan merasa memiliki kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dilaksanakan. Ada sisi kompetensi yang harus dipenuhi ketika seorang akuntan memegang gelar Chartered Accountant (CA) dan Ak.. Lalu ada juga kode etik yang harus ditaati dan tanggungjawab lain yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah kewajiban menjadi anggota asosiasi profesi.

Seorang akuntan profesional diwajibkan bergabung dalam satu wadah yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang profesional. Belum lagi kewajiban mengikuti pendidikan profesi berkelanjutan (PPL). Hal inilah yang akan menjaga atau me-maintain figur seorang akuntan profesional.

Kewajiban berprofesi di bidang akuntansi, juga akan menjaga agar dia benar-benar menjadi akuntan profesional. Jangan sampai ada orang yang mengaku akuntan, tapi tidak pernah bergelut dengan bidang akuntansi. Inilah ruh dari PMK 25 tentang Akuntan Beregister Negara.

Yang perlu diingat, di mana pun yang namanya profesi memang harus selalu di-maintain. Seseorang tidak bisa dibebaskan selamanya memiliki gelar profesi. Berbeda dengan gelar kesarjanaan yang merupakan gelar akademis dan didapat setelah menyelesaikan pendidikan akademis tertentu serta bisa dipakai seumur hidup.

Namun kalau profesi, seseorang memang harus bergelut di profesi itu. Dia harus mengembangkan keilmuannya di profesi yang dipegangnya. Dia harus menjadi anggota asosiasi profesi.  Ini mutlak. Sehingga ketika ada seorang mengaku berprofesi namun tidak bergabung di organisasi profesi, layak dipertanyakan. Bagaimana dia mengembangkan dirinya? Bagaimana dia mematuhi kode etiknya? Siapa yang mengawasi mereka?

Best practise di manapun sama. Di negara-negara maju dimana akuntan profesionalnya sudah lebih maju, seorang akuntan profesional selalu tergabung dengan organisasi profesi. Selalu ada kewajiban-kewajiban untuk menempuh pendidikan berkelanjutan. Ketika kondisi di atas terpenuhi, yang paling diuntungkan adalah user atau pengguna jasa. Mereka akan di-service oleh orang-orang yang benar-benar menjaga profesionalismenya. Orang-orang yang selalu ter-updatesecara keilmuan, mempunyai networking sesama profesional, selalu mematuhi kode etik, dan seterusnya. Dengan demikian, user akan mendapatkan jasa yang berkualitas. Berbeda ketika dia hanya di-service oleh orang yang punya gelar, namun tidak di-maintain dan tidak di-update secara keilmuan.

Ke depan, akan semakin banyak pihak yang membutuhkan jasa akuntan. Institusi pemerintah kini wajib menggunakan jasa akuntan. Terdapat lebih dari 500 institusi pemerintah daerah (pemda) yang kini harus menggunakan jasa akuntan dalam rangka akuntabilitas dan transparansinya. Misalnya, dalam satu pemda terdapat 30 satuan kerja perangkat daerah (SKPD), berarti akan ada 15 ribu SKPD yang membutuhkan jasa akuntan profesional. Karena setiap SKPD itu wajib menyusun laporan keuangannya masing-masing. Jika diasumsikan satu SKPD  membutuhkan setidaknya dua orang akuntan profesional, pemda saja akan butuh setidaknya 30 ribu akuntan profesional. Demikian juga dengan pemerintah pusat. Ada lebih dari seratus lembaga yang juga butuh jasa akuntan karena mereka diwajibkan menyusun laporan keuangan secara benar. Belum lagi sektor privat, organisasi kemasyarakatan, partai politik, calon legislatif, lembaga swadaya masyarakat, dan banyak lagi.

Bisa jadi ada korelasi antara penyiapan laporan keuangan yang disiapkan seorang akuntan dan opini yang diperoleh oleh SKPD. Pemda sekarang baru belasan persen yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Saya yakin salah satu sebabnya adalah langkanya akuntan yang menangani pelaporan keuangan. Bisa dibayangkan bagaimana kualitas laporan yang disusun oleh orang yang tidak mengerti standar keuangan, tidak mengerti update akuntansisehingga tidak mengenal kode etik yang harus dimiliki akuntan profesional. Hasilnya, dari audit BPK kurang dari 20 persen pemda yang mencapai opini WTP.

Bisa diduga pula penyebab keberhasilan pemerintah pusat mencapai opini WTP kini di atas 80 persen. Faktor utama pasti karena mereka di-supportoleh banyak akuntan profesional. Dewasa ini, kebutuhan akan jasa akuntan memang semakin besar. Hampir tidak ada sektor yang tidak membutuhkan jasa akuntan. Karena itu kebutuhan akan akuntan profesional akan makin besar. Dan lapangan kerja untuk akuntan profesional juga akan terbuka lebar.

Di sisi lain, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi akuntan harus benar-benar bisa mewadahi itu. Dulu seorang akuntan tidak harus terdaftar di organisasi profesi, tapi kini wajib. PMK menyebut, seorang akuntan baru bisa disebut akuntan profesional ketika dia terdaftar di organisasi profesi.

Sebagai dampak lanjutan dari PMK ini, lulusan akuntansi dari perguruan tinggi seluruh Indonesia akan berbondong-bondong menjadi anggota organisasi profesi. IAI sebagai organisasi profesi yang akan menjalankan amanat PMK, kini mengemban tugas besar, yakni menjaga profesionalisme akuntan Indonesia.

Karena itulah, lewat PMK ini, pemerintah berkeinginan mendorong tertib dan bagusnya pemberi jasa bidang akuntansi. Selama ini siapapun boleh memberikan jasa akuntansi dan semuanya boleh menjadi konsultan akuntansi. Sehingga bisa jadi ada konsultan yang tidak mempunyai latar belakang di bidang akuntansi.

Dengan adanya PMK, kondisi ini akan ditertibkan. Sehingga orang yang memberikan jasa akuntansi adalah yang benar-benar mempunyai kompetensi. Dengan demikian, lapangan kerja bagi akuntan profesional akan terbuka lebar. Sebagai dampak langsung, kantor jasa akuntansi (KJA) akan makin banyak tumbuh. Hal itu disebut langsung dalam PMK ini. Layak dicatat, selain jasa assurans (audit), kebutuhan akan jasa akuntansi non-assurans sangat banyak. Namun selama ini ditangani oleh kantor yang tidak terdaftar. Ke depan, hal ini akan dikontrol. Pemerintah akan melakukan pengawasan dan mereka akan dibina.

Dalam hal penegakan disiplin, mesti ada penguatan fungsi di Komite Etika IAI dan ada kode etik yang disesuaikan dengan kode etik IFAC, karena IAI adalah anggota organisasi akuntan dunia itu. Kalau ada yang melakukan pelanggaran, harus tegas diberikan sanksi. Tapi, kalau ada yang mesti dibantu, harus dibantu. Anggota IAI harus betul-betul merasakan manfaat dari keanggotaannya di organisasi profesi ini.

MRA dengan asosiasi lain juga perlu dibangun sehingga memberikan manfaat yang setara. Regulasi juga mesti dibangun agar kondisinya makin ideal bagi akuntan dalam negeri. Pada akhirnya, kondisi ini akan menciptakan tatanan ideal pula bagi akuntan profesional  menuju persaingan terbuka di ASEAN Economic Community (AEC). Akan ada persaingan yang hebat antara akuntan dalam dan akuntan luar negeri. Namun keuntungan terbesar dari lahirnya PMK ini adalah makin dekatnya bangsa ini mencapai transparansi dan akuntabilitas publik. Menjadiwelfare state, negara yang menyejahterakan rakyatnya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak memanggul amanat PMK ini secara bersama-sama.

Kutipan:

Keuntungan terbesar dari lahirnya PMK ini adalah makin dekatnya bangsa ini mencapai transparansi dan akuntabilitas publik. Menjadi welfare state, negara yang menyejahterakan rakyatnya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak memanggul amanat PMK ini secara bersama-sama.