iai1IAI: PMK 25/PMK.01/2014 dapat diterjemahkan secara sederhana dalamblueprint tentang Chartered Accountant yang dikeluarkan IAI. Dari pengaturan yang sangat komprehensif di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara, dapat ditarik satu poin yang sebenarnya menjadi kunci regulasi tersebut. Poin itu adalah seputarblueprint Chartered Accountant, sebuah sertifikasi khusus yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk menjamin masa depan profesi akuntan di Indonesia.

Blueprint akuntan profesional itu dikeluarkan IAI dalam rangka menguatkan peran akuntan profesional Indonesia dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa. Blueprint ini mengarah pada keluarnya sebuah sertifikasi khusus yang akan melabeli akuntan profesional Indonesia terkait perannya yang sangat terhormat di kancah ekonomi bangsa.  Jika didasarkan dari best pratice di berbagai yurisdiksi, IAI sebenarnya bisa dan memiliki kemampuan mengeluarkan sertifikasi seperti itu. Namun lahirnya PMK telah memperkuat hal itu. Selaku Ketua Dewan Sertifikasi Akuntan Profesional (DSAP) IAI, saya paham betul jika PMK 25/2014 ini lahir sebagai landasan hukum yang kuat untuk mengakselerasi apa yang selama ini telah dilakukan di lingkungan profesi.

PMK ini sebetulnya telah lama ditunggu IAI dan akuntan profesional anggotanya. PMK ini akan menjadi landasan legal bagi IAI untuk melakukan sertifikasi akuntan profesional, sesuatu yang sudah ditunggu sejak profesi ini berdiri. Dan telah dituangkan ke dalam blueprint profesi. Di banyak negara, kekuatan akuntan profesional ditandai dengan sertifikasi- sertifikasiprofessional accountant. Di Indonesia memang telah ada beberapa sertifikasi, tapi jumlahnya sangat sedikit dibanding dengan sertifikasi yang ada di luar negeri. Di lingkungan negara-negara ASEAN saja kita kalah jumlah.

Kini pintunya telah dibuka. IAI pun telah mempersiapkan diri untuk melakukan segala hal yang diperlukan untuk mengemban amanat ini. Tujuannya jelas, mempersiapkan akuntan profesional Indonesia, baik secara kuantitas, terutama kualitas, untuk menghadapi tantangan apapun yang ada di masa depan. Di blueprint disebutkan beberapa pathway yang bisa ditempuh calonakuntan untuk menjadi seorang akuntanprofesional, seorang CA. Baik melalui pendidikan profesi akuntansi (PPA), ataupun melalui ujian CA yang sudah akan diselenggarakan pertamakali pada bulan Juni ini.

Jika saat ini Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan mencatat 53.500 orang pemegang register akuntan negara, saya merasa potensinya jauh lebih besar dari itu. Selama ini banyak sekali akuntan-akuntan yang eligible mendapatkan register akuntan, tapi tidak melakukannya.

Selama ini mungkin mereka tidak merasa rugi jika tidak mendapatkan registrasi gelar akuntannya dan tidak menjadi anggota asosiasi profesi. Tapi yakinlah, kini kondisinya sudah berubah. Hanya akuntan yang terdaftar di IAI dan teregister di negara yang dapat berkecimpung di perekonomian Indonesia dengan menggunakan label akuntan profesional.

Nah, sisi registrasi keanggotaan ini nantinya akan menjadi salah satu pekerjaan utama di profesi. Tidak hanya meregistrasi para pemegang register negara dan orang-orang yang eligible memilikinya, namun juga meregistrasi pemegang CA yang lulus dari proses ujian sertifikasi. Seperti digambarkan dalam blueprint, peluang menjadi akuntan profesional kini semakin terbuka. Tidak hanya bagi lulusan akuntansi, namun untuk semua sarjana dan lulusan D-IV dari semua jurusan, bisa menjadi CA melalui jalur matrikulasi dan PPA. Dengan demikian potensi supply akuntan profesional akan semakin tinggi. Lalu apa arti dari semua ini? Bagi saya selaku ketua DSAP IAI, ini berarti tugas besar telah menanti organisasi profesi yang kita cintai ini. Banyak hal yang harus disiapkan. Registrasi ulang akan membutuhkan infrastruktur, SDM, dan sistem yang mumpuni.

Agar ujian sertifikasi sukses, juga membutuhkan persiapan yang tak kalah rumit. Materi, modul, silabus, dan segala pendukungnya mesti dipastikan telah siap. DSAP, Alhamdulillah telah menyelesaikan silabus yang menurut saya sangat komprehensif, sesuai dengan standar profesional di berbagai negara, untuk menjamin kualitas lulusannya.

Kerjasama dengan perguruan tinggi dan Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbud perlu diperkuat agar lulusan jurusan akuntansi makin berkualitas dan setara. Lalu IAI perlu memastikan PPA bisa melahirkan lulusan yang setara pula. Dengan begitu, program ToT (training on trainer) menjadi kunci. Dulu IAI mengontrol kualitas lulusan PPA itu dari sisi input, yaitu calon peserta. Kini kontrol itu akan ada pada saat proses dan output. Dengan ujian CA yang menjadi ujian kompetensinya PPA, maka kontrolnya kini akan ada di IAI. Sehingga akan tercipta standarisasi kualitas lulusan PPA di seluruh Indonesia.

Kemudian kita juga membuat kriteria siapa yang bisa melaksanakan PPA. Karena nantinya ujian CA yang merupakan ujian kelulusan PPA, kalau bisa ada di PPA tersebut. Tapi siapa yang bisa melakukan ujian itu harus dipastikan dari awal. Termasuk semua persyaratannya, mekanisme pelaksanaan ujian, baik itu ujian yang langsung, maupun ujian yang melalui pendidikan profesi, semuanya akan kita pastikan sudah siap.

Sangat mungkin belum semua PPA siap dengan perubahan. Perkiraan saya, baru sekitar 60 persen dari PPA itu yang sudah siap. Tetapi IAI tidak akan lepas begitu saja. Kita akan memberikan pedoman, paling tidak kita akan memberikan arahan sebaiknya matrikulasinya seperti apa, dan sebagainya. Bagian lain yang tidak kalah penting dalam blueprint profesi akuntan adalah benefit menjadi seorang CA. Mendirikan kantor jasa akuntansi (KJA) hanya satu dari sekian banyak benefit itu. KJA adalah implikasi langsung yang bisa dilakukan ketika seorang akuntan profesional bergelar CA.

Namun yang paling penting adalah, bagaimana seorang akuntan profesional pemegang CA dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menjaga dan mengembangkan kompetensi, sehingga dia akan siap dengan segala macam tantangan dan peluang yang ada di masa depan.