Akuntansi adalah an everchanging discipline, berubah terus mengikuti perkembangan zaman. Akuntansi pada masa lalu sangat berbeda dengan akuntansi pada masa sekarang. Terbukti dengan berkembangnya kajian baru dalam disiplin ini seperti social and environmental accounting yaitu munculnya cabang-cabang baru dari akuntansi tidak terlepas dari perubahan lingkungan yang semakin kompleks. Saat ini akuntansi yang kita kenal hanya concern dengan dunia materi, mengabaikan dan mengeliminasikan dunia non-materi. Manusia menjadi lupa pada dirinya yang diliputi oleh unsur materi dan spiritual. Materi bersifat temporer, sementara spiritual merupakan unsur yang permanen.
Materi diperlukan secukupnya untuk membantu proses perjalanan spiritual manusia untuk kembali ingat pada pencipta-Nya. Penjelasan ini adalah latar belakang mengapa akuntansi syariah lahir dan perlu dibangun serta dikembangkan. Metodologi konstruksi akuntansi syariah sedapat mungkin adalah metodologi yang paling dekat dengan syariah, yaitu tidak melihat realitas dari materi itu sendiri. Secara normatif masyarakat Muslim mempraktikkan akuntansi berdasarkan pada perintah Allah dalam QS Al-Baqarah (2:282) dimana dijelaskan didalamnya apabila memiliki utang-piutang, baiknya dituliskanlah sesuai apa yang terjadi, tidak menambah-nambahkan atau mengurang-ngurangkan jumlah yang sebenarnya terjadi. Dalam konteks ini, Akuntansi Syariah sebenarnya merupakan bagian dari upaya kita dalam membangun ilmu sosial profetik di bidang akuntansi. Perintah normatif telah ada dalam Alquran, dimana kemudian menerjemahkan Alquran dalam bentuk teori Akuntansi Syariah dimana pada saatnya digunakan untuk memberikan arah tentang praktik akuntansi yang sesuai dengan syariah.
Konsekuensi dari penggunaan nilai-nilai etika Islam dalam konstruksi Akuntansi Syariah adalah diakuinya bahwa kesejahteraan yang menjadi salah satu aspek Akuntansi Syariah tidak terbatas pada kesejahteraan materi saja, tetapi juga kesejahteraan non-materi. Pada gilirannya, bentuk praktik akuntansi syariah akan berbeda dengan akuntansi saat sekarang ini. Akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Sehingga ketika mempelajari akuntansi syariah dibutuhkan pemahaman yang baik, mengenai akuntansi sekaligus tentang syariah islam. Ada 2 alasan utama mengapa akuntansi syariah diperlukan, yaitu tuntutan untuk pelaksanaan syariah dan adanya kebutuhan akibat pesatnya perkembangan transaksi syariah.
Lalu, apa tujuan dari Akuntansi Syariah itu sendiri? Apakah akan berjalan sesuai kaidah-kaidah Islami atau hanya sebatas penerapan-penerapan yang tidak jauh bedanya dengan akuntansi pada umumnya ? Perkembangan pesat dalam kegiatan usaha dan lembaga keuangan (bank, asuransi, pasar modal, dana pensiun dan lain sebagainya) yang berbasis syariah. Dalam tiga dekade terakhir, lembaga keuangan telah meningkatkan volume dan nilai transaksi berbasis syariah yang tentunya meningkatkan kebutuhan terhadap akuntansi syariah. Perkembangan pemikiran mengenai akuntansi syariah juga semakin berkembang, dilihat dari semakin diterimanya prinsip-prinsip transaksi syariah di dunia internasional.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa penggerak dari penerapan transaksi syariah diawali oleh sistem perbankan syariah dan baru dilanjutkan dengan sektor lainnya. Sistem perbankan syariah sendiri memiliki historis yang panjang. Diawali dengan Mit Ghamr, Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963, yang kemudian diambil alih dan direstrukturisasi oleh Pemerintah Mesir menjadi Nasser Social Bank pada tahun 1972. Perkembangan tentang perbankan syariah terus berlanjut, tidak hanya di Timur Tengah termasuk pendirian Islamic Development Bank ( 1975 ), tetapi juga di Negara — Negara Eropa seperti Luxemburg ( 1978 ), Swiss ( 1981 ) dan Denmark ( 1983 ). Perkembangan yang sama juga terjadi di Negara-Negara Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya beragama islam. Di Malaysia, bank syariah pertama berdiri pada tahun 1982 sementara di Indonesia baru terjadi 9 tahun kemudian, dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
Perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia hingga tahun 1998 masih belum pesat, karena baru ada 1 ( satu ) Bank Syariah dan 78 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS ) yang beroperasi. Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 tahun 1998 yang memberikan landasan hukum lebih kuat untuk perbankan syariah. Melalui UU No. 23 tahun 1999, pemerintah memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Saat ini terdapat 11 bank umum syariah di Indonesia, namun hanya 4 bank umum yang memiliki modal inti berkisar 1 Triliun – < 5 Triliun dimana hal tersebut mensyaratkan bank syariah bisa membuka jaringan kantor di wilayah yang telah diatur berdasarkan besaran kecukupan alokasi modal inti. Seiring dengan persoalan tersebut, produk-produk syariah cenderung kurang inovatif dan variatif. Produk syariah mengandung empat prinsip yaitu jual beli (murabahah, salam dan istishna’), bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), sewa (ijarah dan ijarah muntahiyah bitTamlik), dan akad pelengkap (hiwalah, rahn, qardh, wakalah, dan kafalah).
Kualitas layanan dan kurangnya agresifitas pemasaran merupakan salah satu dari berbagai macam kendala dan persoalan di perbankan syariah di Indonesia. Inovasi produk belum seagresif di Malaysia karena perbankan syariah masih terkendala oleh minimnya SDM yang mumpuni dan menguasai produk syariah. Strategi pemasaran produk syariah yang kurang agresif dibandingkan bank konvensional dan mengedepankan metode tatap muka secara langsung masih menjadi kendala. Rendahnya jumlah penduduk Indonesia yang menjadi deposan di bank syariah juga tak lepas dari perbedaan cara pandang di antara sejumlah organisasi masa keislaman di Indonesia.
Data Bank Indonesia per September 2013 menunjukkan total aset perbankan syariah dan unit usaha syariah mencapai Rp 227,71 triliun, hanya tumbuh 16,76% dibandingkan tahun sebelumnya. Pangsa pasar perbankan syariah masih kecil jika dibandingkan dengan bank konvensional. Di balik banyaknya kendala tersebut, potensi perbankan syariah (dimana penerapan dari Akuntansi Syariah) Indonesia cukup berpeluang untuk bertumbuh menjadi lebih besar lagi. Berdasarkan laporan tahunan Global Islamic Finance Report 2013, Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah di dunia atau berada diperingkat kedua dibawah Malaysia untuk tingkat ASEAN.
Berbicara mengenai ASEAN, saat ini telah terbentuk ASEAN Economic Community (AEC), dimana pertama kali dibentuk pada tahun 2003. Pada KTT ASEAN ke -9 di Bali, Indonesia 2003, seluruh negara anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi ekonomi kawasan ASEAN yang lebih nyata dan signifikan melalui pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) salah satunya dalam bidang ekonomi ASEAN Economic Community (AEC). Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tercapai pada 31 Desember 2015.
AEC merupakan salah satu tujuan integrasi ekonomi regional pada tahun 2015. AEC ini juga memiliki agenda dimana negara-negara anggota ASEAN secara bersama-sama ingin menjadikan ASEAN sebagai :
- Pasar dan basis produksi tunggal
- Kawasan ekonomi yang kompetitif
- Wilayah pengembangan ekonomi yang merata
- Daerah sepenuhnya terintegrasi ke dalam ekonomi global.
Sebagai konsep integrasi ekonomi ASEAN, ASEAN Economic Community akan menjadi babak baru dimulainya hubungan antar negara ASEAN sebagai pasar tunggal dan dasar produksi tunggal meliputi area perdagangan bebas, penghilangan tarif perdagangan antar negara ASEAN, pasar tenaga kerja dan modal yang bebas, serta kemudahan arus keluar-masuk prosedur antar negara ASEAN. Indonesia dengan kekayaan sumber dayanya diharapkan mampu bersaing di tingkat ASEAN, juga dapat melakukan penguatan perekonomian nasional dengan suatu sistem yang kini menurut penulis tidak lagi alternatif melainkan mainstrem melalui penguatan ekonomi syariah. Perkembangan ekonomi syariah di dunia global tak bisa dipungkiri eksistensinya. Ekonomi syariah telah dipraktikan diberbagai negara Eropa, Amerika, Australia, Afrika, dan Asia.
Populasi masyarakat muslim yang tinggi dan ekonomi syariah yang terus berkembang diharapkan dapat meningkatkan pengembangan ekonomi nasional. Dengan penerapan ekonomi syariah ini diharapkan mampu menjadi kekuatan ekonomi nasional di tingkat ASEAN maupun dunia global. Para penggiat ekonomi syariah juga harus mengambil peran dalam menghadapi persaingan negara-negara anggota ASEAN, Indonesia tidak boleh kalah dalam bersaing, atau bahkan terjajah di negerinya sendiri karena dibanjiri produk-produk impor dengan kualitas yang tinggi. Salah satu tantangan terbesar perkembangan ekonomi syariah adalah masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang produk-produk keuangan syariah serta bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah itu sendiri
Indonesia akan bersaing ketat dengan negara Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam dalam menghadapi AEC 2015 karena ketiganya memiliki aset keuangan syariah yang besar dan kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Selain itu, tantangan lain yang akan dihadapi lembaga keuangan Indonesia dalam AEC 2015 menyangkut produk yang sesuai untuk pasar ASEAN, tingkat kesehatan perusahaan, efisiensi usaha, daya saing Sumber Daya Manusia (SDM), serta kepentingan bisnis dan kepentingan nasional.
Konsep utama dari AEC adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi di mana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi negara anggotanya, melalui kerja sama yang saling menguntungkan. Maka, peningkatan market share menjadi sangat penting dalam menghadapi MEA 2015.
Untuk mencapai semuanya itu, Indonesia harus mulai menyiapkan strategi apa yang akan dipakai agar mampu bersaing di pasar bebas nanti. Tentunya dibutuhkan kesadaran dari masing-masing pribadi terutama bagi orang-orang yang memiliki kekuasaan bagaimana ia menuntun masyarakat-masyarakatnya agar mampu bersaing pada pasar bebas dengan negara-negara asia lainnya. Dalam hal ini, strategi-strategi yang bisa digunakan seperti meningkatkan pemeriksaan ekspor-impor secara bersih, perlunya stabilitas politik, pemerintah jauh dari korupsi, atau perkembangan dari penerapan Akuntansi Syariah dalam hal ini pengukuran kinerja lembaga-lembaga keuangan dimana Indonesia sangat potensial untuk dapat mengembangkannya melihat jumlah masyarakat muslim di Indonesia mencapai 86,1% dari total populasi penduduk Indonesia. Jumlah populasi dan penduduk muslim tersebut dapat dijadikan sebagai captive market atau nasabah potensial bagi perbankan syariah.
Perbankan syariah dapat tumbuh cepat dengan cara pemerintah juga harus mendukung. Pemberian insentif berupa keringanan perpajakan atau kewajiban penerbitan obligasi syariah bagi korporasi yang akan menerbitkan surat utang. Peluang yang dimiliki oleh negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Myanmar dan Singapore untuk memajukan ekonomi syariah dapat berkembang dengan pesat di wilayah ini. Menurut data yang ada, total populasi di negara ASEAN adalah 600 juta jiwa dengan 40% diantaranya (sekitar 240 juta) adalah muslim. Hal ini merupakan indikator yang potensial untuk memperluas pangsa pasar bagi pertumbuhan keuangan syariah di kawasan ASEAN khususnya Indonesia. Dengan adanya strategi-strategi ini diharapkan pada tahun 2015 nanti Indonesia dapat mencapai tujuannya dalam persaingan pasar bebas di ASEAN Economic Community.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah, Jakarta: AlvaBet, 1999.
Triyuwono, Iwan. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
Wijaya, Wisnu dan Padjar, Iswara. “Kisah Klasik Bank Syariah”, Bloomberg Businessweek Februari 2014.
Pemenang lomba Essay “KJAI CHAPTER SUMATERA UTARA” Peringkat 08 (Abdil Mubarak – Universitas Sumatera Utara) 10 Essay Terbaik
Komentar Terbaru