Pendahuluan

Salah satu strategi Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015 nanti adalah memperkuat posisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Upaya memperkuat posisi UMKM tersebut diantaranya dengan meningkatkan kualitas dan standar produk, akses pembiayaan, kualitas SDM dan jiwa kewirausahaan UMKM, akses dan transfer teknologi, serta akses informasi dan promosi di luar negeri. Dari kelima upaya tersebut, berdasarkan survei Bank Pembangunan Asia (ADB) menunjukkan bahwa kendala yang masih mendominasi UMKM di Indonesia adalah masalah pembiayaan yaitu lemahnya akses kepada sumber pendanaan, hal ini dikarenakan keterbatasan informasi yang mampu diberikan oleh UMKM kepada pihak eksternal sebagai sarana pengaman kreditur dari UMKM, seperti laporan keuangan. Berbagai pendana berharap adanya Laporan Keuangan (LK) UMKM sebagai pertanggungjawaban pengelolaan dananya, sementara bagi UMKM, Laporan Keuangan adalah kemewahan yang tak terjangkau. Berbagai macam keterbatasan yang dihadapi UMKM dalam menyediakan LK diantaranya karena keterbatasan pengetahuan mengenai akuntansi, rumitnya proses akuntansi, anggapan bahwa laporan keuangan bukanlah hal yang penting bagi UMKM, kurang disiplin dalam melaksanakan pembukuan akuntansi, serta tidak adanya dana yang cukup untuk mempekerjakan akuntan atau membeli software akuntansi untuk mempermudah pelaksanaan pembukuan akuntansi.

Selain kendala penyediaan laporan keuangan, kendala lain yang dihadapi UMKM dalam pembiayaan yaitu persyaratan untuk mendapatkan kredit yang diberlakukan pada perbankan seperti kelayakan usaha, rekening 3 bulan harus bagus dan keberadaan agunan serta lamanya berbisnis menjadi sebab sulitnya UMKM mendapatkan kredit. Padahal, fakta di lapangan, banyak pengusaha UMKM yang sebenarnya bisnisnya sangat feasible, namun dinilai tidak bankable hanya karena masalah agunan atau lamanya berbisnis. Memang ada Kredit Usaha Rakyat (KUR), tapi skema kredit ini mematok bunga yang masih sangat tinggi bagi pengusaha UMKM, terutama yang baru merintis usaha.

Kendala-kendala dalam hal pembiayaan ini akan menjadi hambatan utama bagi UMKM untuk berkembang dan meningkatkan daya saingnya menghadapi pasar bebas ASEAN (AEC) 2015. Untuk itu di butuhkan solusi cermat dan cerdas agar UMKM lebih mudah mendapatkan pembiayaan. Solusi tersebut yaitu melalui program pendampingan pada UMKM menerapkan SAK ETAP agar bankable dan menyediakan alternatif pembiayaan yang lebih lunak.

SAK ETAP dan Perannya Bagi UMKM

Informasi akuntansi mempunyai peranan penting untuk mencapai keberhasilan usaha, termasuk bagi usaha kecil. Informasi akuntansi dapat menjadi dasar yang andal bagi pengambilan keputusan ekonomis dalam pengelolaan usaha kecil, antara lain keputusan pengembangan pasar, penetapan harga dan lain-lain. Penyediaan informasi akuntansi bagi usaha kecil juga diperlukan khususnya untuk akses subsidi pemerintah dan akses tambahan modal bagi usaha kecil dari kreditur (Bank). Kewajiban penyelenggaraan akuntansi bagi usaha kecil sebenarnya telah tersirat dalam Undang-undang usaha kecil no. 9 tahun 1995 dalam Undang-undang perpajakan. Pemerintah maupun komunitas akuntansi telah menegaskan pentingnya pencatatan dan penyelenggaraan akuntansi bagi usaha kecil.

Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tahun 2009 telah mensahkan Standar Akuntansi untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). SAK ETAP tersebut berlaku efektif per 1 Januari 2011. Penggunaan SAK ETAP ini adalah ditujukan untuk entitas tanpa akuntabilitas publik yakni entitas yang: 1) Tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan, dan 2) Entitas yang menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal. SAK ETAP merupakan standar akuntansi yang penggunaannya ditujukan untuk entitas usaha yang tidak memiliki akuntabilitas publik, seperti entitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). SAK ETAP ini lebih mudah dipahami dan tidak sekompleks SAK Umum. Kehadiran SAK ETAP diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk UMKM dalam menyajikan laporan keuangan

Keberadaan SAK ETAP memang belum banyak diketahui oleh pengusaha kecil dan menengah. Sehingga perlu usaha maksimal dalam menyosialisasikan dan menerapkannya karena adanya SAK ETAP merupakan awal untuk membiasakan para pengusaha membuat laporan yang baik, lebih lengkap, sederhana dan mudah difahami. Laporan keuangan untuk UMKM tidaklah serumit laporan keuangan perusahaan besar. Cukup untuk menjawab kebutuhan pegguna pribadi untuk evaluasi dan kontrol maupun pihak eksternal jika ingin mengajukan pinjaman. Dalam sosialisasi, metode yang digunakan yaitu dengan cara pelatihan yang berkelanjutan dengan pemberian modul praktik kepada para pengusaha UMKM karena dengan cara ini mereka dapat lebih mudah untuk langsung dipraktekkan pada usaha mereka.

Konsep Usaha Syariah dan Alternatif Pembiayaan

Ada keterkaitan yang saling mendukung antara konsep usaha syariah dengan upaya pengembangan UMKM. Misalnya, bahwa dalam menjalankan usaha suatu entitas syariah harus seimbang dalam pelaksanaan kegiatan komersial dan sosial. Wajib bagi entitas syariah untuk melakukan dua kegiatan tersebut secara seimbang dan laporan keuangan syariah harus mampu menginformasikan kedua aktivitas tersebut secara memadai.

Dua aktivitas tersebut (komersial dan sosial) bukanlah suatu kegiatan yang saling terpisah dan tidak terkait satu sama lain. Sebagai contoh dalam bank syariah dalam kontek penyaluran dana terdapat beberapa skema, mulai dari skema sosial hingga komersial. Penyaluran dana dengan skema sosial menggunakan dana kebajikan sebagai sarana untuk disalurkan kepada nasabah yang memiliki kemampuan dan kemauan berusahan (bukan untuk konsumtif ) tetapi kekurangan modal. Pembiayaan dari dana kebajikan ini bersifat sangat lunak dalam istilah syariah disebut qardhul hassan. Karakter pembiayaan ini tidak menyaratkan bagi hasil dan tidak mengharuskan kepada nasabah untuk mengembalikan dana pembiayaan kepada bank syariah seandainya terjadi kerugian pada usaha nasabah. Seandainya dana tersebut dikembalikan oleh nasabah maka bank selanjutnya akan menggulirkan kepada nasabah lainnya. Besar pembiayaan seperti ini biasanya tidak terlalu besar dan dapat dimanfaatkan oleh usaha mikro.

Selanjutnya, jika usaha mikro dengan dana awal dari dana kebajikan mampu mengembangkan usahanya dan nasabah masih menginginkan pembiayaan yang lebih besar tetapi masih ingin bersifat sosial maka dapat mengambil pinjaman qard. Pinjaman qard berbeda dengan dana kebajikan. Nasabah yang menerima pembiayaan ini memiliki kewajiban untuk mengembalikan kepada bank sebesar pinjaman yang pernah diterima. Transaksi pinjam-meminjam dalam syariah termasuk dalam transaksi sosial, dan dilarang pemberi pinjaman menarik keuntungan komersial dari aktivitas tersebut. Dengan demikian pemberi pinjaman hanya berhak atas dana awal yang pernah dipinjamkan saja. Namun demikian, dalam syariah juga dianjurkan bagi peminjam untuk mengembalikan dengan lebih baik.

Katakanlah usaha mikro tersebut dengan adanya pinjaman qard tumbuh menjadi lebih besar lagi. Sehingga usaha tersebut tidak lagi menjadi mikro tetapi sudah menjadi usaha kecil dan ingin meningkatkan usahanya kembali dan butuh pembiayaan yang lebih besar. Usaha kecil tersebut dapat mengambil pembiayaan dengan skema kerjasama usaha bagi hasil. Pada tahap inilah pembiayaan syariah mulai bersifat komersial namun tetap berlandaskan pada prinsip keadilan. Sebab antara bank syariah dan nasabah akan saling berbagi risiko dan keuntungan dengan menggunakan akan mudharabah atau musyarakah. Atau cara lain dapat dilakukan oleh nasabah dengan mengadakan akan pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli atau sewa. Skema pembiayan dengan prinsip jual beli atau sewa yang bersifat komersial ini pada dasarnya dapat dimanfaatkan oleh usaha menengah dan besar.

Jika dilihat dari ilustrasi ringkas di atas dapat dilihat bahwa aktivitas sosial dalam syariah bukanlah kegiatan yang terpisah dengan kegiatan komersial. Bahkan sebaliknya, ada keterkaitan dalam suatu rangkaian kegiatan yang saling mendukung antara kegiatan sosial dan komersial yang dilakukan oleh bank syariah. Dampak dari pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara bersamaan dan berurutan seperti ini juga akan meningkatkan loyalitas pelanggan bagi bank syariah dan saling paham karakter masing-masing pihak dalam usaha.

SAK Syariah dan Perannya bagi LKS

Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK Syariah) disusun oleh DSAK pertama kali untuk menyediakan infrastruktur untuk melengkapi berkembanganya perbankan syariah di tahun 90-an. Sehingga PSAK 59 diberi judul Akuntansi Perbankan Syariah karena ruang lingkup penerapannya hanya untuk pelaporan keuangan bank syariah. Entitas syariah lainnya atau entitas konvensional yang melakukan transaksi syariah tidak tunduk pada PSAK 59.

Perkembangan entitas syariah nonbank dan semakin banyaknya entitas konvensional yang melakukan transaksi dengan bank syariah atau entitas syariah lainnya membuat PSAK 59 sudah tidak memadai kebutuhan pengguna SAK Syariah. Oleh karena itu, sejak tahun 2004 DSAK sudah mulai mengantisipasi untuk mengembangkan dan menyempurnakan SAK Syariah. Tahap pertama dari DSAK telah berhasil menelurkan enam nomor PSAK Syariah selain KDPPLK Syariah.

Rangkaian PSAK Syariah ini dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, PSAK 101 mengatur bagaimana entitas syariah menyajikan laporan keuangannya. Kedua, PSAK 102-103 mengatur perlakuan akuntansi entitas yang melakukan transaksi syariah berdasarkan pada prinsip jual beli, seperti murabahah, salam dan istishna. Ketiga, PSAK 102-103 mengatur perlakuan akuntansi entitas yang melakukan transaksi syariah berdasarkan pada prinsip kerjasama usaha bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah.

Keberadaan SAK Syariah sudah menjadi kebutuhan seiring dengan pesatnya perkembangan lembaga keuangan syariah. Suatu lembaga keuangan syariah membutuhkan pedoman dalam pelaporan aktivitasnya yang menjadi acuan dalam menilai keprofesionalitasan dan kualitas dari lembaga keuangan syariah tersebut. Keberadaan SAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya dan kredibel. Kemudian, ketersedian informasi tersebut akan menjadi pedoman bagi para stakeholders dalam pengaambilan keputusan ekonomi. Ketika informasinya kredibel, akan mendorong para stakeholders untuk menanamkan dananya pada Lembaga Keuangan Syariah. Kemudian, dengan banyaknya tersedot dana (input) berarti dalam hal ini terjadi peningkatan investasi. Ketika investasi meningkat, distribusi dana ke masyarakat pun akan semakin lancar. Dengan demikian, Lembaga Keuangan Syariah akan semakin menarik untuk menjadi tujuan investasi dan pencarian kebutuhan dana. Kedepannya, Lembaga Keuangan Syariah semakin maju dan dipercaya oleh masyarakat.  Telah kita saksikan bagaimana peran keberadaan SAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan Syariah. Dalam hal ini, bisa kita ambil suatu kesimpulan bahwa keberadaan SAK Syariah memiliki peranan penting dalam hal pengembangan entitas syariah.

Kesimpulan

SAK ETAP memberikan suatu acuan dan referensi yang sangat berharga dalam rangka lebih meningkatkan kepercayaan pemberi dana kepada UMKM. Namun masih perlu di optimalkan lagi penerapannya melalui pelatihan berkelanjutan. Penerapan SAK Syariah  akan meningkatkan peran pengembangan baik entitas syariah, khususnya bank syariah, dan nasabah mitra bank syariah, termasuk usaha kecil dan menengah melalui sinergisitas antara UMKM dan LKS dalam pembiayaan lunak skema pembiayaan sosial. Dengan demikian upaya memenangkan tujuan Indonesia pada pasar bebas ASEAN (AEC) 2015 dengan memperkuat posisi UMKM dapat terealisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arisandy, Yuni. 2014. Diambil pada tanggal 8 Juni 2014  dari http://www.antaranews.com/berita/436319/kesiapan-koperasi-ukm-indonesia-menatap-era-mea-2015

Auliyah , Iim Ma’rifatul. 2012. Penerapan Akuntansi Berdasarkan Sak Etap Pada Ukm Kampung Batik Di Sidoarjo. Skripsi, sekolah tinggi ilmu ekonomi perbanas Surabaya

Buwono, Akbar. 2014. Diambil pada tanggal 8 Juni 2014 http://beritadaerah.com/2014/05/30/sektor-ukm-indonesia-terus-dipersiapkan-untuk-hadapi-mea-2015/

Rudiantoro, Rizki dan Siregar , Sylvia Veronica. 2012.  Kualitas Laporan Keuangan Umkm Serta Prospek Implementasi SAK ETAP. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 9 – No. 1, Juni 2012

Yanto, Sri dan Hoesada, Jan. 2008. Strategi Baru Standar Akuntansi Keuangan: Membangun Sinergi Antara Standar Akuntansi Syariah Dan Standar Akuntansi UKM. Akuntan Indonesia. Edisi Edisi No.2/Tahun I/Oktober 2007. hal.30.

Pemenang lomba Essay “KJAI CHAPTER SUMATERA UTARA”
Peringkat 04 (Febri Fransiska – Universitas Sriwijaya)
Juara Harapan 01