Oleh: Elychia Roly Putri / Nelly Yulinda / Hajrahwati / Borisma Anastasia Sinaga
Penyunting Tulisan: Astrid Mega A
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, Indonesia mulai menjalankan prinsip desentralisasi. Hal ini diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dengan adanya desentralisasi ini, diharapkan kinerja pemerintah dalam mengelola keuangan akan meningkat.
Kinerja Keuangan Daerah yaitu tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah. Kinerja Keuangan Daerah ini mencakup semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang.
Pemerintah telah membuat dasar hukum untuk Kinerja Keuangan Daerah yaitu pada Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Bentuk Kinerja Keuangan Daerah yang digunakan yaitu berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah. Pengukurannya melalui perhitungan Rasio APBD yaitu perbandingan antara PAD X 100% terhadap bantuan pemerintah pusat atau provinsi dan pinjaman.
PAD yaitu Pendapatan Asli Daerah. PAD ini mengatur masalah pengelolaan keuangan dan anggaran daerah.
Kinerja keuangan dalam otonomi daerah memiliki 2 (dua) aspek, yaitu:
- Daerah diberi kewenangan mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama pada kemampuan PAD (Desentralisasi Fiskal).
- Pengelolaan keuangan daerah harus lebih akuntabel dan transparan.
Kedua aspek tersebut disebut sebagai reformasi pembiayaan atau Financing Reform. Kinerja Keuangan Daerah ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu, daerah dalam pengelolaan keuangannya harus dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, partisipatif, transparansi, akuntabilitas dan keadilan.
Kinerja keuangan dapat dinyatakan baik yaitu ketika suatu daerah memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah.
Di era reformasi ini, keuangan daerah memiliki 3 (tiga) sisi, yaitu penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan. Pembiayaan ini merupakan era pra reformasi keuangan daerah. Yang menjadi pembeda dari pembiayaan ini yaitu adanya pos pembiayaan yang merupakan upaya agar APBD semakin informatif. Informatif yang dimaksud adalah di dalam APBD dilakukan pemisahan akun pinjaman dari pendapatan daerah.
Acuan: Agustina, Oesi. 2013. Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah Di Era Otonomi Daerah. Jurnal. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ilmu Ekonomi. Universitas Brawijaya.
Komentar Terbaru