Oleh: M. Reza Ar Rizky/Hatma Wiganti/Siti Masfiroh/Reza Trisna/Achlinta Dewinta

Sukuk adalah salah satu jenis sekuritas syariah pada investasi pasar modal syariah. Sukuk merupakan bentuk pendanaan sekaligus investasi yang inovatif dalam sistem ekonomi Islam. Sukuk pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 2002 oleh PT. Indosat Tbk. senilai Rp175 miliar. Tak ketinggalan, pemerintah pun mengeluarkan UU Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) pada Mei 2008.

Dalam PSAK 110, sukuk merupakan efek syariah berupa sertifikat/bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili:

  • Aset berwujud tertentu.
  • Manfaat atas aset berwujud tertentu (yang sudah ada maupun yang akan ada).
  • Jasa (yang sudah ada maupun yang akan ada)
  • Aset proyek tertentu.
  • kegiatan investasi yang telah ditentukan.

Sukuk merupakan bukti kepemilikan/kerjasama yang lebih luas dan beragam dibandingkan obligasi dan sukuk dalam tiap pnerbitan, wajib ada aset yang mendasari (underlying asset), sedangkan obligasi tidak. Kemudian penerbitan sukuk yang  diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13, menjelaskan bahwa perusahaan yang menerbitkan sukuk sebagai obligasi syariah harus memiliki kegiatan usaha yang sesuai dengan prinsip syariah sehingga setiap penerbitan sukuk tersebut didasari dengan akad-akad transaksi syariah yang menyertainya.

Beberapa akad muamalat yang dapat diaplikasikan dalam sukuk adalah Mudharabah (Trust Financing/Trust Investment), Murabahah (Sale and Purchase), Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation), salam (In-Front Payment Sale), Istisna (Purchase by Order of Mnufacture), dan Ijarah (Financial Lease Concept). Saat ini model sukuk yang paling banyak dipergunakan adalah sukuk dengan instrumen prinsip mudharabah dan ijarah.

Bagi investor, Sukuk Ijarah lebih aman dibandingkan sukuk mudharabah karena dalam kondisi apapun, investor pasti akan memperoleh keuntungan berupa sewa yang dibayarkan oleh emiten sukuk dengan jumlah yang disepakati bersama di awal akad. Sementara itu, investor Sukuk mudharabah bisa ikut menanggung rugi. Hal ini sesuai dengan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) dari akad mudharabah, di mana profit/loss telah jelas pembagiannya di awal akad berdasarkan nisbah yang telah disepakati bersama. Meskipun demikian, sukuk mudharabah bisa memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan Sukuk Ijarah.

Selanjutnya pencatatan atas sukuk juga dijelaskan dalam PSAK. Pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan atas instrumen sukuk mengacu pada PSAK 110. Entitas (syariah maupun nonsyariah), sebagai investor/penerbit sukuk harus tunduk dan mematuhi ketentuan dalam PSAK 110 yang disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) pada 26 Oktober 2011, berlaku untuk periode tahun buku yang dimulai/setelah 1 Januari 2012. Pada 24 Februari 2015, DSAS IAI telah mengesahakan ED PSAK 110: Akuntansi Sukuk Revisi 2015 yang berlaku efektif untuk periode tahun buku yang mulai/setelah 1 Jan 2016. Revisi PSAK 110 (2015) mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi sukuk ijarah dan sukuk mudharabah.

Penyunting Tulisan: Malinda Sari Sembiring