Prinsip ekonomi islam/syariah saat ini berkembang pesat ditandai dengan semakin banyaknya lembaga keuangan baik sektor perbankan maupun non perbankan berbasis syariah di Indonesia. Setidaknya lembaga keuangan syariah di dunia tak terkecuali di Indonesia memiliki 2 (dua) permasalahan yang harus segera dicarikan pemecahannya, antara lain:

  1. Kurangnya inovasi produk lembaga keuangan syariah sehingga tawaran yang diberikan pun terbatas.
  2. Terdapatnya permasalahan kesesuaian syariah (shariah compliance) yang masih harus diperketat.

Pada tahun 2013, dengan ditetapkannya Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 89/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah, tidak sedikit lembaga keuangan syariah pun mulai menawarkan produk ini.Dengan adanya tambahan produk keuangan syariah berupa pembiayaan ulang (Refinancing) Syariah diharapkan dapat meningkatkan pangsa pasar (market share) perbankan syariah di Indonesia.

PENGERTIAN

Pembiayaan ulang (refinancing) adalah pemberian fasilitas pembiayaan baru bagi nasabah baru atau nasabah yang belum melunasi pembiayaan sebelumnya, berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan ulang syariah (sharia refinancing) mencakup dua keadaan: 1) pembiayaan yang diberikan kepada calon nasabah yang telah memiliki aset sepenuhnya; dan 2) pembiayaan yang diberikan kepada calon nasabah yang telah menerima pembiayaan yang belum dilunasinya.Pembiayaan ulang (refinancing) boleh dilakukan Lembaga Keuangan Syariah.

KETENTUAN AKAD TERKAIT PEMBIAYAAN ULANG (REFINANCING)

SKEMA 1 : Akad Musyarakah Mutanaqishah dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Semua rukun, syarat dan ketentuan serta pedoman yang terdapat dalam akad musyarakah mutanaqishah (fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUIIXI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah), berlaku dalam akad pembiayaan ulang;
  2. Modal syirkah dalam musyarakah mutanaqishah, boleh berupa uang sesuai kesepakatan dan boleh juga berupa barang (‘urudh); dan
  3. Dalam hal modal syirkah berbentuk barang (‘urudh), maka harus dilakukan taqwim al- ‘urudh. Taqwim al- ‘urudh adalah penaksiran harga barang/penaksiran aset dengan mata uang tertentu yang disepakati pihak-pihak.

Musyarakah Mutanaqishah berasal dari akad Musyarakah atau kongsi kerjasama antar dua pihak, dari kata arab syirkah yang artinya kerjasama atau kongsi, serta mutanaqhisah sendiri berasal dari kata arab Yutanaqish yang artinya mengurangi secara bertahap.Dari sini kita dapat memahami bahwa Musyarakah Mutanaqishah adalah akad kerajasama antara dua pihak (Bank dengan Nasabah), dalam kepemilikan suatu asset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung asset salah satu kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap.

Contoh dalam prakteknya, ketika Bank dan Nasabah ingin memiliki suatu asset akhirnya mereka bekerjasama dalam modal dengan prosentase yang telah terkontrak.Kemudian Nasabah melakukan pengangsuran Dana menurut modal kepemilikan asset yang dimiliki oleh bank. Maka terjadilah perpindahan kepemilikan asset dari bank kepada Nasabah menurut jumlah dana yang telah diangsur kepada Bank. Sampai akhirnya semua asset kepemilikan bank telah berpindah ke tangan Nasabah.

Dari contoh diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada akad Musyarakah Mutanaqishah terjadi Syirkah (kerjasama) dan Ijarah (Sewa), Kerjasama pada modal untuk mendapatkan Asset serta Sewa dalam pengangsuran dana dari nasabah ke Bank untuk kemudian Asset dimiliki Nasabah seluruhnya.

Karena ada Syirkah dan Ijarah, maka kedua ketentuan dari akad tersebut harus terpenuhi.

Ketentuan akad Syirkah :

  1. Pihak yang bekerjasama.
  2. Modal dan Obyek yang akan dimiliki.
  3. Kesepakatan kedua pihak untuk bekerjasama, serta saling percaya antara kedua pihak.
  4. Adanya pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan Asset.

Ketentuan akad Ijarah :

  1. Penyewa (Nasabah), dan Yang menyewakan (Bank).
  2. Kesepakatan antara keduanya.
  3. Benda yang disewakan/diangsurkan.
  4. Pembayaran sewa, jumlah pembayaran dan jangka waktu pembayaran harus jelas dan disetujui keduanya.

Kelebihan akad Musyarakah Mutanaqishah :

  1. Kedua belah pihak sama-sama memiliki hak kepemilikan.
  2. Kedua belah pihak mendawatkan keuntungan dari asset yang memiliki profit.
  3. Tidak terpengaruh suku bunga bank konvensional.
  4. Kedua belah pihak berhak bekerjasama dalam menentukan harga asset apabila disewakan menentukan harga pasar saat itu

Kekurangan akad Musyarakah Mutanaqishah :

  1. Adanya pembebanan baik pajak maupun pada saat transaksi.
  2. Pembayaran bagi nasabah terasa berat pada saat tahun pertama, tapi ringan di tahun setelahnya.

Akad musyarakah mutanaqisah belum banyak dikenal masyarakat awam ditengah maraknya penggunaan akad murabahah (jual beli).Padahal, ada beberapa keunggulan yang melekat di akad musyarakah mutanaqisah (akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang, dimana salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap).

SKEMA 2: Akad al-bai’ wa al-isti ‘jar dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Semua rukun, syarat dan ketentuan yang terdapat dalam Akad al-Bai’ ma ‘a al-isti ‘jar (Fatwa Nomor: 71/DSN-MUIIVII2008 tentangSale and Lease Back) berlaku dalam pembiayaan ulang;
  2. Semua rukun, syarat dan ketentuan yang terdapat dalam akad ijarah muntahiyyah bit tamlik (fatwa DSN-MUI Nomor: 27/DSNMUIIIII/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyyah bi al-Tamlik),berlaku dalam hal al-isti ‘jar yang digunakan adalah akad ijarahmuntahiyyali bi al- tamlik; dan
  3. Pengalihan kepemilikan obyek sewa (intiqal milkiyyah al-ma ‘jur) setelah akad ijarah selesai, harus menggunakan akad hibah dan tidak boleh menggunakan akad al-bai ‘.

Al-bai’ wal isti’jar (sale and lease back) menurut fatwa DSN adalah jual beli suatu aset yang kemudian pembeli menyewakan aset tersebut kepada penjual.

Ketentuan Al-bai’ Wal- Isti’jar berdasarkan fatwa  DSN adalah sbb:

  1. Akad yang digunakan adalah Bai’ dan Ijarah yang dilaksanakan secara terpisah.
  2. Dalam akad Bai’, pembeli boleh berjanji kepada penjual untuk menjual kembali kepadanya aset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan.
  3. Akad Ijarah baru dapat dilakukan setelah terjadi jual beli atas aset yang akan dijadikan sebagai obyek
  4. Obyek Ijarah adalah barang yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis.
  5. Rukun dan syarat Ijarah dalam fatwa Sale and Lease Back, harus memperhatikan substansi ketentuan terkait dalam fatwa DSN-MUI tentang Pembiayaan Ijarah.
  6. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
  7. Biaya-biaya yang timbul dalam pemeliharaan Obyek Sale and Lease Back diatur dalam akad.

Rangkaian transaksi sale and lease back adalah sbb:

  1. Pembuatan Akad Jual Beli (Sale/al-Bai’) antara penjual (nasabah) dengan pembeli (bank) atau wakilnya. Dengan akad jual beli tersebut telah terjadi perpindahan kepemilikan, dan nasabah menerima pembayaran tunai dari Bank. Penerimaan pembayaran tunai dari Bank ini pada hakikatnya merupakan pencairan fasilitas pembiayaan (sale and lease back/refinancing).
  2. Dalam Akad Jual Beli dapat dicantumkan janji pembeli (Bank) kepada penjual (Nasabah) untuk menjual kembali aset yang telah dibelinya. Sebaliknya, berdasarkan prinsip kesetaraan, penjual (Nasabah) dapat juga menyambut janji pembeli (Bank) dengan pencantuman janji untuk membeli kembali aset tersebut.
  3. Janji pembeli dan janji penjual (wa’ad) tersebut dibuat dalam 2 (dua) pernyataan secara terpisah untuk menghindari anggapan akad jual beli tersebut mengandung transaksi bai’al-inah.
  4. Setelah kepemilikan aset berpindah kepada Bank, Bank menyewakan aset tersebut kepada nasabah yang dituangkan dalam Akad Ijarah.
  5. Dalam hal jangka waktu sewa sesuai Akad Ijarah telah berakhir, bank dan nasabah melaksanakan jual beli sesuai dengan janji yang bersangkutan yang dituangkan dalam Akad Jual Beli, sehingga kepemilikan aset dari bank beralih kembali kepada nasabah.

Al-bai’ wal- isti’jar (sale and lease back), dapat diterapkan dalam:

  1. Produk pembiayaan
  2. Penerbitan SUKUK/ SBSN, (sebagaimana fatwa Dewan Syari’ah Nasional no: 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang surat berharga syariah negara ijarah sale and lease back, tanggal 26 Juni 2008).

SKEMA 3: Akad al-bai ‘ dalam rangka musyarakah mutanaqishah:

  1. Semua rukun, syarat dan ketentuan yang terdapat dalam Akad alBai’ (antara lain Fatwa Nomor: 71/DSN-MUINII2008 tentang Sale and Lease Back) berlaku dalam pembiayaan ulang;
  2. Semua rukun, syarat dan ketentuan serta pedoman yang terdapat
    dalam akad musyarakah mutanaqishah (fatwa DSN-MUI Nomor:
    73/DSN-MUIIXII2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah),berlaku dalam akad pembiayaan ulang;

MEKANISME MUSYARAKAH MUTANAQISHAH

  1. Calon Nasabah mengajukan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Syariah dalam rangka pembiayaan ulang (refinancing);
  2. Lembaga Keuangan Syariah melakukan penaksiran (taqwim al-‘urudh) terhadap barang atau aset calon nasabah untuk ditentukan harga yang wajar, dalam rangka penentuan modal usaha (ra’sul mal) yang disertakan nasabah dalam bersyirkah dengan Lembaga Keuangan Syariah;
  3. Lembaga Keuangan Syariah menyertakan dana dalam jumlah tertentu yang akan dijadikan modal usaha syirkah dengan nasabah; yang disertai syarat agar Nasabah menyelesaikan kewajiban dan/atau utang atas pembiayaan sebelumnyajika ada;
  4. Lembaga Keuangan Syariah memberikan kuasa (akad wakalah) kepada nasabah untuk melakukan usaha yang halal dan baik antara lain dengan akad ijarah;
  5. Nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah membagi keuntungan usaha sesuai nisbali yang disepakati atau porsi modal yang disertakan (proporsional), dan kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal; dan
  6. Nasabah melakukan pengalihan komersil atas hishah milik
    Lembaga Keuangan Syariah secara berangsur sesuai perjanjian.

 

MEKANISME AL-BAI‘ WA AL-ISTI’JAR

  1. Calon Nasabah yang memiliki barang (‘urudh) mengajukan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Syariah dalam rangka pembiayaan ulang (refinancing);
  2. Lembaga Keuangan Syariah membeli barang (‘urudh) milik nasabah dengan akad bai ‘;
  3. Nasabah menyelesaikan kewajiban dan/atau utang atas pembiayaan
    sebelumnyajika ada;
  4. Lembaga Keuangan Syariah dan Nasabah melakukan akad Ijarah
    Muntahiiyyah bit tamlik; dan
  5. Pengalihan kepemilikan obyek sewa (ma ‘jur) kepada nasabah hanya boleh dilakukan dengan akad hibah, pada waktu akad ijarah berakhir.

 

MEKANISME AL-BAI’ DALAM RANGKA MUSYARAKAH MUTANAQISHAH

  1. Calon Nasabah yang memiliki barang (‘urudh) mengajukan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Syariah dalam rangka pembiayaan ulang (refinancing);
  2. Lembaga Keuangan Syariah melakukan penaksiran (taqwim al-‘urudh) terhadap barang atau aset calon nasabah untuk ditentukan harga yang wajar, dalam rangka pembelian sebagiannya oleh Lembaga Keuangan syariah;
  3. Lembaga Keuangan Syariah membeli (dengan akad al-bai ‘) atas sebagian barang dari Nasabah, sehingga terjadi syirkah atas barang dalam rangka pembentukan modal usaha syirkah;
  4. Nasabah menyelesaikan kewajiban dan/atau utang atas pembiayaan sebelurnnya jika ada;
  5. Lembaga Keuangan Syariah dan Nasabah melakukan akad musyarakah mutanaqishah dengan modal berupa barang yang dinyatakan dalam hishah/unit hishah.

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Sekian pembahasan pembiayaan ulang (refinancing) syariah kali ini ya Sob, semoga bermanfaat!

Keep learning, sharing, inspiring…