Relevansi Nilai

Heyho, Sobat Gogo! Jumpa lagi dengan Tim Akkeu. Kultweet kali ini kita akan bahas tentang salah satu kemampuan laporan keuangan yang masih menjadi isu di kalangan akuntan, apalagi sejak Konvergensi IFRS diterapkan pada PSAK kita. Hmm.. sobat gogo bisa tebak apa itu? Ya, #RelevansiNilai !

Hingga saat ini Sob, masih berkembang pemikiran bahwa informasi yang dihasilkan oleh akuntansi berupa laporan keuangan dirasakan masih kurang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau masih kurang relevan. Hmm..

Sobat perlu tau dulu nih, sebuah informasi akuntansi agar bermanfaat bagi pemakai perlu memiliki empat ciri yakni; dapat dimengerti oleh pemakai (understandable), bebas dari kesalahan material dan bias (reliable), dapat dibandingkan (comparable) dan relevan (relevant). Apa sih maksudnya relevan?

Relevan artinya dapat membantu para pemakai informasi (laporan keuangan) dalam membuat keputusan keuangan. Untuk bisa membantu itu, informasi perlu memiliki kemampuan untuk menggambarkan atau menyimpulkan nilai perusahaan dengan baik. Untuk bisa menyimpulkan nilai dengan baik, informasi perlu mencerminkan nilai terkini, sehingga dapat dijadikan dasar untuk memprediksi dan mengestimasi nilai pasar perusahaan. Nah kemampuan nilai seperti ini yang biasa disebut dengan kemampuan #RelevansiNilai.

Oh ya keempat karakteristik tersebut harus ada dalam informasi akuntansi ya Sob, jika tidak maka keputusan yang diambil berdasarkan informasi tersebut bisa salah dan merugikan banyak pihak.

Informasi akuntansi perlu diukur relevansi nilainya, hal ini penting untuk memberikan sinyal terutama bagi para investor tentang bagaimana kemampuan nilai dalam laporan keuangan menggambarkan keadaan emiten yang sebenarnya agar tepat dalam pengambilan keputusan investasi. Gimana sih cara ngukurnya? Yakni dengan mengestimasi hubungan statistik antara nilai informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan nilai saham emiten di pasar (harga saham).

Untuk memenuhi tujuan relevansi, laporan keuangan sebaiknya disusun dengan menggunakan nilai sekarang (fair value). Fair value atau akrab dikenal dengan Nilai Wajar adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer kewajiban di pasar pada tanggal pengukuran. Nilai ini dibutuhkan oleh para investor untuk mengetahui harga sebenarnya yang berlaku saat ini sehingga dapat melindungi investor dari kesalahan pengambilan keputusan tadi, Sob.

Penggunaan Nilai Wajar di Indonesia baru diberlakukan mulai tahun 2008. Yakni semenjak Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) memutuskan berkomitmen untuk menerapkan Konvergensi IFRS (International Financial Report Standard) yang diberlakukan secara efektif keseluruhan pada tahun 2012.

Sobat Gogo masih inget dong.. sebelumnya PSAK kita mengacu pada standar US GAAP (United State Generally Accepted Accounting Principles) sejak tahun 1974. Namun belakangan Indonesia merasa standar akuntansi US GAAP tidak lagi dirasa relevan untuk digunakan karena asumsi historical cost yang dianutnya.

Hal ini sejalan dengan mandat pertemuan negara-negara G-20 di London pada 2 April 2009 untuk mempunyai a single set of high-quality global accounting standards dalam rangka menyediakan informasi keuangan yang berkualitas di pasar modal internasional agar lebih dapat diperbandingkan dan berkualitas tinggi kepada investor.

Masih inget historical cost kan? Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Transaksi dengan menggunakan historical cost memiliki kelemahan yakni kurang mencerminkan kondisi yang sebenarnya pada tahun sesudah transaksi.

Penerapan IFRS ini diklaim akan memberi manfaat bagi peningkatan relevansi nilai dan kualitas informasi laporan keuangan karena penggunaan fair value lebih dapat merefleksikan kondisi ekonomik perusahaan dibandingkan historical cost. Fair value lebih relevan namun historical cost diyakini lebih reliabel.

Setelah PSAK berkonvergensi dengan IFRS, banyak penelitian-penelitian bermunculan untuk mengukur apakah tingkat #RelevansiNilai informasi akuntansi benar-benar meningkat dengan penggunaan fair value. Namun hasil yang ditunjukkan adalah beragam dan tak jarang bertentangan. Hmm.. gimana nih Sob? Tertarik juga untuk mengukur #RelevansiNilai?

Itu tadi sekilas pembahasan isu dari Tim Akkeu. Semoga bisa meningkatkan keingintahuan kalian ya. Sampai ketemu minggu depan, Sob. Keep Learning, Sharing, and Inspiring!

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)

 

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK Syariah) merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah.

Berbeda dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum yang mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah.

 

[Sejarah KDPPLK Syariah]

KDPPLK ini pertama kali disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007 dan masih berlaku hingga saat ini.

Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.

 

[Paradigma Transaksi Syariah]

Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah).

Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik

Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.

 

 

[Asas Transaksi Syariah]

Berdasarkan KDPPLK Syariah, transaksi syariah berdasarkan pada prinsip:

a.  Persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).

b.  Keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur:

1) riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl);

2) kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan);

3) maysir (unsur judi dan sikap spekulatif);

4) gharar (unsur ketidakjelasan); dan

5) haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait).

c. Kemaslahatan (maslahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta
individual dan kolektif.

d.  Keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.

e.  Universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

 

 

[Karakteristik Transaksi Syariah]

Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigm dan asas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut:

  1. transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
  2. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
  3. uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas;
  4. tidak mengandung unsur riba;
  5. tidak mengandung unsur kezaliman;
  6. tidak mengandung unsur maysir;
  7. tidak mengandung unsur gharar;
  8. tidak mengandung unsur haram;
  9. tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk);
  10. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan
    menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad;
  11. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ihtikar); dan
  12. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).

 

 

[Tujuan dan Peranan]

Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan
sebagai acuan bagi:

  1. penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya;
  2. penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah;
  3. auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum; dan
  4. para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah. Meliputi: investor, pemilik dana qardh, pemilik dana syirkah temporer, pemilik dana titipan, pembayar dan penerima ZIS &wakaf, pengawas syariah, karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat

 

 

[Bentuk Laporan Keuangan]

  1. Posisi Keuangan Entitas Syariah (dalam Neraca)
  2. Informasi Kinerja Entitas Syariah (dalam Laporan Laba-Rugi)
  3. Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah
  4. Informasi lain
  5. Catatan dan Skedul Tambahan

 

 

[Asumsi Dasar]

  1. Dasar Akrual

Pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.

  1. Kelangsungan Usaha

Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan melanjutkan usahanya di masa depan.

 

 

[Karakteristik Kulaitatif Laporan Keuangan]

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai.Terdapat empat karateristik kualitatif pokok yaitu:

  1. Dapat Dipahami
  2. Relevan
  3. Keandalan
  4. Dapat dibandingkan

 

 

[Unsur-Unsur Laporan Keuangan]

Sesuai karakteristik maka laporan keuangan entitas syariah antara lain meliputi:

  1. komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan
    komersial:
  2. laporan posisi keuangan;
  3. laporan laba rugi;
  4. laporan arus kas; dan
  5. laporan perubahan ekuitas.
  6. komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan
    sosial:
  7. laporan sumber dan penggunaan dana zakat; dan
  8. laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
  9. komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut.

 

 

[Pengukuran Unsur Laporan Keuangan]

  1. Biaya Historis
  2. Biaya Kini
  3. Nilai Realisasi/penyelesaian

Dasar pengukuran yang lazimnya digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan adalah biaya historis. Ini biasanya digabungkan dengan dasar pengukuran yang lain. Misalnya, persediaan biasanya dinyatakan sebesarnilai terendah dari biaya historis atau nilai realisasi bersih (lower of cost or net realizable value), atau akuntansi dana pensiun menilai aset tertentu berdasarkan nilai wajar (fair value).

 

 

Sumber

Berikut adalah sumber yang dijadikan rujukan dalam menyusun materi mengenai KDPPlKS:

http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/tentang-6-kerangka-dasar-sak-syariah

http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/sas-efektif-10-sak-efektif-per-1-januari-2017

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan – IAI, 2007

Properti Investasi part 2

Hai hai sobat gogo, salam cinta akuntansi dari program studi Akuntansi Keuangan Komunitas @JagoAkuntansi Indonesia. Gogo sebelumnya sudah bahas definisi dari properti investasi sob, kali ini lanjutannya atau part. 2 nya ya sob!

 

Pengakuan

Properti investasi dapat diakui sebagai aset jika memenuhi dua kriteria berikut:

  1. Besar kemungkinan manfaat ekonomik masa depan yang terkait dengan properti investasi akan mengalir ke entitas, dan
  2. Biaya perolehan properti investasi dapat diukur secara andal

Biaya perolehan awal hak atas properti yang dikuasai secara sewa dan dikelompokkan sebagai properti investasi mengacu pada PSAK 30 Sewa, dengan aset diakui pada jumlah mana yang lebih rendah antara:

  1. Nilai wajar properti, dan
  2. Nilai kini dari pembayaran sewa minimum.

 

Nilai Jasa Pendukung yang Disediakan

            Untuk menghasilkan pendapatan dari suatu properti, entitas mungkin harus menyediakan berbagai jasa pendukung, Jika nilai jasa pendukung tersebut tidak signifikan terhadap paket rental sencara keseluruhan, maka properti dicatat sebagai properti investasi. Untuk menentukan signifikansi atas jasa pendukung tersebut, diperlukan berbagai judgement dan kriteria untuk menilainya. Kriteria tersebut harus dipakai secara konsisten sebagai pedoman dan diungkapkan di catatan atas laporan keuangan.

 

Pengukuran

Pada Pengakuan Awal

Properti investasi pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya transaksi termasuk dalam pengukurann awal tersebut. Biaya perolehan properti investasi adalah harga pembelian dan setiap pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung. Contohnya adalah biaya jasa hukum, pajak pengalihan properti, dan biaya transaksi lain. Pengakuan awal untuk properti investasi sama dengan pengakuan aset tetap sesuai dengan PSAK 16 Aset Tetap

Biaya perolehan properti investasi tidak termasuk:

  1. Biaya printisan
  2. Kerugian operasional yang terjadi sebelum properti investasi mencapai tingkat hunian yang direncanakan; atau
  3. Jumlah tidak normal bahan baku, tenaga kerja, atau sumber daya lain terjadi selama masa pembangunan atau pengembangan properti.

Suatu aset juga dapat diperoleh dengan cara pertukaran dengan aset moneter dan nonmoneter. Apabila aset nonmneter lainnnya maka biaya perolahan aset tetap tersebut diukur pada nilai wajar kecuali:

  1. Transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial. Untuk mengetahui apakah terdapat subtansi komersial, entitas dapat mempertimbangkan sejauh mana arus kas masa depan dapat berubah. Suatu transaksi pertukaran memiliki substansi komersial jika:
  2. Konfigurasi (risiko, waktu, dan jumlah) arus kas dari aset yang diterima berbeda dengan konfigurasi arus kas dari aset yang diserahkan;
  3. Nilai spesifik entitas dari bagian operasi entitas yang terpengaruh oleh transaksi berubah sebagai akibat dari pertukaran tersebut; dan
  4. Selisih (a) atau (b) adalah relativ signifikan terhadap nilai wajar dari aset yang dipertukarkan.
  5. Nilai wajar aset yang diterima dan aset yang dipertukarkan tidak dapat diukur secara andal.

Biaya perolehan atas properti investasi yang diperoleh melalui pertukaran diukur pada nilai wajar, bahkan jika entitas tidak dappat segera menghentkan pengakuan aset yang diserahkan. Namun, jika nilai wajar atas proerti investasi yang diperoleh tidak dapat diukur dengan anda maka biaya perolehan properti investasi tersebut diukur pada nilai wajar properti investasi yang diserahkan.

 

Setelah Pengakuan awal

Entitas dapat memilih antara nilai wajar atau model biaya untuk kebijakan akuntansi atas seluruh properti investasinya. Jika yang dikuasai dalam sewa operasi diklasifikasikan sebagai properti investasi maka tidak ada pilihan, entitas harus menggunakan model nilai wajar. Jika properti investasii yang nilai wajarnya tidak dapat ditentukan secara anadal atas dasar berkelanjutan, maka peroperti investasi diukur model biaya. PSAK 13 menegaskan bahwa tidaklah lazim untuk pindah dari nilai wajar ke model biaya.

 

Model Nilai Wajar

Jika entitas memilih untuk menggunakan model nilai wajar, maka seluruh properti investasi akan diukur berdasarkan nilai wajar. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar properti investasi akan diakui sebagai laba atau rugi pada periode berjalan. Berdasarkan PSAK 68 Pengukuran Nilai wajar, nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. Dengan kata lain, bukan merupakan nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalams suatu transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan.

Model Biaya

Entitas yang memilih untuk mmenggunakan model biaya, maka seluruh properti investasinya akan diukur sesuai dengan ketentuan dalam PSAK 16 Aset Tetap. Kecuali jika properti investasi tersebut memiliki kriteria sebagai aset yag dimiliki untuk dijual, maka akan diukur sesuai dengan PSAK 58 Aset tidak Lancar ntuk Dijual dan Operasi yang dihentikan.

 

Penurunan Nilai Properti Investasi

Penurunan Nilai Properti Investasi untuk Model Biaya

Pada tahun 2007 – 2008, industri properti sempat mengalami kejatuhan. Hal ini menyebabkan bahwa perusahaan harus melakukan indentifikasi terhadap aset – aset yang mungkin mengalami penurunan nilai aset. Indikasi penurunan nilai entitas dilakukan minimal setahun sekali (impairment test). Adaun informasi minimum yang dipertimbangkan terbagi menjadi dua, yaitu sumber eksternal dan sumber internal:

  1. Sumber Eksternal
  • Perubahan signifikan nilai pasar
  • Perubahhan signifikan teknologi, pasar ekonomi da lingkup hukum
  • Jumlah tercatat aset neto entitas melebihi kapitalisasi pasarnya
  1. Sumber Internal
  • Bukti keusangan atau kerusakan fisik aset
  • Perubahan signifikan atas penggunaan, penghentian dan masa manfaat aset
  • Bukti internal mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi aset lebih buruk dari yang diharapkan.

Uji penurunan nilai aset untuk properti investasi yang diukur menggunakan model biaya mengikuti PSAK 48 Penurunan Nilai Aset

Properti Investasi

Hai hai sobat gogo, salam cinta akuntansi dari program studi Akuntansi Keuangan Komunitas @JagoAkuntansi Indonesia

Kali ini gogo mau bahas terkait Properti Investasi nih sob,,,

Seiring dengan perkembangan era globalisasi yang semakin maju, banyak lahan yang dibutuhkan pula untuk perluasan usaha. Karena itu dibutuhkan investasi yang dapat dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang sehingga dalam melakukan investasi dibutuhkan suatu perencanaan yang matang agar investasi yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik investasi dalam bentuk lahan contohnya dalam properti.

Investasi dapat berupa properti. Properti investasi cukup diminati karena nilai investasi yang cenderung meningkat, Kenaikan harga properti investasi ini dapat disebabkan oleh kenaikan harga tanah dari tahun ke tahun karena permintaan yang selalu bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk sedangkan terdapat keterbatasan penawaran. Oleh karena itu tidak sedikit perusahaan yang mengambil keputusan dengan membeli properti. Ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan investasi berupa properti, maka perusahaan tersebut wajib mengikuti standar akuntansi yang mengatur tentang properti investasi yaitu PSAK 13. Akuntansi untuk properti investasi diatur di Indonesia pada PSAK 13 Properti Investasi yang diadaptasi  dari IAS 40 Investment Property.

 

Definisi Properti Investasi

Berdasarkan PSAK 13, properti investasi adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua – duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lesse/penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua – duanya, dan tidak untuk:

  • Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau
  • Dijual dalam kegiatan usaha sehari – hari.

Dapat disimpulkan bahwa untuk mengklasifikasikan suatu properti sebagai properti investasi, harus memenuhi kedua kriteria yaitu: penggunaan dan kepemilikan. Penggunaan properti investasi yaitu untuk rental dan/atau kenaikan nilai sedangkan jenis kepemilikan hanya dimiliki sendiri atau melalui sewa pembiayaan.

Properti investasi tersebut menghasilkan arus kas yang sebagian besar tidak bergantung pada aset lain yang dikuasai oleh entitas. Hal ini membedakan properti investasi dari properti yang digunakan sendiri. Properti yang digunakan sendiri adalah properti yang dikuasai (oleh pemilik atau lesse melalui sewa pembiayaan) untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk administratif, contohnya gedung kantor pusat perusahaan. Proses produksi atau pengadaan barang atau jasa ( atau penggunaan properti untuk tujuan administratif) dapat menghasilkan arus kas yang diatribusikan tidak hanya ke properti, tetapi juga ke aset lain yang digunakan dalam proses produksi atau persediaan. PSAK 16 Aset Tetap  berlaku untuk properti yang digunakan sendiri.

Contoh properti investasi:

  1. Tanah yang dikuasai dalam jangka panjang untuk kenaikan nilai dan bukan untuk dijual jangka pendek dam kegiatan usaha sehari – hari.
  2. Tanah yang dikuasai saat ini yang penggunaannya di masa depan belum ditentukan
  3. Bangunan yang dimiliki oleh entitas (atau dikuasai oleh entitas melalui sewa pembiayaan) dan disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih sewa operasi.
  4. Bangunan yang belum terpakai tetapi tersedia untuk disewakan kepada pihak lain melalui satu atau lebih sewa operasi.
  5. Properti dalam proses pembangunan atau pengembangan yang di masa depan digunakan sebagai properti investasi.

Contoh yang BUKAN Properti investasi:

  1. Properti yang digunakan sendiri (PSAK 16), mencakup (di antaranya) Properti yang dikuasai untuk digunakan di masa depan sebagai properti yang digunakan sendiri, properti yang dimiliki untuk pengembangan di masa depan dan selanjutnya digunakan sebagai properti yang digunakan sendiri, properti yang digunakan oleh karyawan (dengan atau tanpa pembayaran rental sesuai harga padar oleh karyawan), dan properti yang digunakan sendiri dan menunggu untuk dijual.
  2. Properti ( selesai atau dalam pembangunan ) yang diniatkan untuk dijual (PSAK 140
  3. Properti yang dibangun atas nama pihak ketiga (PSAK 34)
  4. Properti yang disewakan pada pihak lain dalam sewa pembiayaan (PSAK 30)

NO

Contoh

Jenis Aset

1. PT GOGO memiliki tanah yang dimiliki untuk dijual Persediaan
2. PT GOGO memiliki tanah, tetapi penggunaan dari tanah tersebut belum ditentukan Properti Investasi
3. PT GOGO sedang membuat gedung untuk disewakan melalui sewa operasi di masa depan Properti Investasi
4. Bangunan dalam konstruksi yang dimiliki oleh PT GOGO untuk kantor barunya akan selesai pada tahun 2018 Bangunan dalam Konstruksi
5. PT GOGO membeli bangunan pabrik untuk produksi produk barunya Aset Tetap

 

Ada beberapa properti yang dimiliki kegunaan sebagai properti investasi sekaligus properti yang digunakan sendiri misalnya untuk menghasilkan barang atau jasa atau tujuan administratif atau untuk proses produksi. Dalam hal ini entitas mencatat secara terpisah yaitu sebagai properti yang digunakan sendiri dan sebagian sebagai properti investasi, akan tetapi jika bagian tersebut tidak bisa dijual secara terpisah, maka properti ini dicatat sebagai properti investasi hanya jika bagian yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa atau tujuan administratif atau untuk proses produksi memiliki jumlah yang tidak signifikan.

Contoh:

  1. PT GOGO memiliki kantor yang disewakan, akan tetapi PT GOGO sebagai pemilik bangunan kantor tersebut menyediakan jasa keamanan kepada orang – orang yang menyewa bangunan kantor tersebut. Dalam hal ini, maka PT GOGO tetap mencatat bangunan kantor tersebut sebagai properti investasi karena jasa tersebut tidak signifikan terhadap keseluruhan perjanjian.
  2. PT GOGO memiliki dan mengelola sebuah hotel, Jasa yang diberikan kepada tamu hotel tersebut sangat signifikan, sehingga PT GOGO tidak boleh mencatat bangunan hotel sebagai properti investasi melainkan sebagai properti yang digunakan sendiri.
  3. PT GOGO memiliki sebuah gedung yang disewakan kepada perusahaan yang kemudian mengelola degung tersebut sebagai hotel. PT GOGO hanya mendapatkan pendapatan dari sewa gedung dan tidak mendapatkan bagian keuntungan dari pengelolaan hotel. Gedung tersebut dianggap sebagai properti investasi.

Dalam beberapa kasus, entitas juga memiliki properti yang dapat disewakan kepada entitas induk atau anaknya. Properti yang demikian tidak dapat diklasifikasikan sebagai properti investasi dalam laporan keuangan konsolidasian karena properti tersebut termasuk properti yang digunakan sendiri jika dilihat dari sudut pandang kelompok usaha. Akan tetapi, entitas dapat mengakui properti tersebut sebagai properti investasi pada laporan keuangan individualnya.

Pengukuran Unsur Laporan Keuangan

Hai hai sobat gogo, berjumpa dengan prodi akuntansi keuangan lagi ya. Tetap dijaga semangat menuntut ilmu nya ya !

Akuntansi sebagai sumber informasi keuangan menggunakan satuan uang sebagai alat denominasi unsur-unsur yang dilaporkan di laporan keuangan. Pengukuran (measurement) unsur neraca dan laporan laba rugi menggunakan beberapa dasar pengukuran tertentu, yaitu biaya historis, biaya kini, nilai realisasi/penyelesaian, nilai sekarang, dan nilai wajar. Langsung saja kita bahas satu persatu dasar pengukurannya yah

1. Nilai historis (Historical cost) 

Aset dicatat sebesar pengeluaran kas atau setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan, untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Liabilitas dicatat sebesar jumlah yang timbul sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau, dalam keadaan tertentu (misalnya pajak penghasilan) sejumlah kas atau setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.

 

2. Biaya kini (Current cost)

Aset dinilai dalam jumlah kas atau setara kas yang seharusnya dibayar, bila aset yang sama atau setara aset tersebut diperoleh sekarang. Liabilitas dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.

 

3. Nilai realisasi/penyelesaian (Realizable/settlement value) 

Aset dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disposal). Liabilitas dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu, jumlah kas atau setara kas yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

 

4. Nilai Sekarang (Present value)

Aset dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih dimasa depan, yang didiskontokan (discounted) ke nilai sekarang (present value) dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Liabilitas dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih di masa depan, yang didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal. Biaya historis adalah dasar pengukuran yang lazimnya digunakan. Kadang – kadang biaya historis digunakan dengan membandingkan dengan dasar pengukuran lain, misalnya dalam penliaian persediaan. Nilai persediaan kadang – kadang dinilai dengan metode nilai terendah antara biaya historis atau nilai realisasi bersih (lower of cost or net realizable value). Akuntansi dana pensiun menilai aset tertentu berdasarkan nilai wajar (fair value).

 

5. Nilai wajar (Fair Value)

Perkembangan standar akuntansi keuangan berbasis IFRS terakhir telah memperkenalkan konsep nilai wajar (fair value). IFRS 13 Fair Value Measurement mengatur mengenai nilai wajar yang juga telah diadopsi untuk PSAK 68 Pengukuran Nilai Wajar.