Halo sobat gogo, diantara kalian semua pasti ada yang pernah menggunakan
transportasi online untuk bepergian bukan ?. Hayo ngaku. Heheā€¦ Ada Go-Jek, Uber, dan
Grab. Tinggal pilih yang mana paling murah bukan begitu kan ? atau siapa diantara sobat
gogo, yang kalau pesan makanan pake Go-food ?. Alasan mengapa saat ini orang
menggunakan transportasi online seperti ojek misalnya selain murah, adalah karena tidak
ribet. Hanya dengan sebuah aplikasi di smartphone, kita dapat memesan transportasi untuk
mengantar kita ketempat tujuan dengan selamat. Simple. Saat menggunakan transportasi,
temen- temen pernah mikir ga sih, berapa yah pendapatan yang diterima perusahaan
transportasi online ini tiap tahunnya yah ? kira- kira bisnis mereka untung gak sih ? kalau
untung, kena pajak dong. Kira- kira bagaimana yah aspek pemajakannya ? mau tahu ? yuk,
sama- sama kita Analisa lebih mendalam.
1. Apa itu On Demand- Service
Sobat gogo, pasti paham dong, kalau ojek online merupakan salah satu penyumbang
pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Ojek Online dikategorikan sebagai On-
Demand Service. Apa itu ? Jadi On Demand Service itu merupakan jenis jasa yang
dikerjakan berdasarkan permintaan konsumen.
2. Bagaimana pertumbuhan Ojek Online di Indonesia
Pertumbuhan ojek online di Indonesia cukup pesat dengan hadirnya pemain utama
seperti Go-Jek, Uber atau Grab. Per maret 2017, sudah ada 250.000 driver go-jek.

Pertumbuhan ojek online ini erat kaitannya dengan tingkat penggunaan internet di
Indonesia yang tercatat BPS mencapai 52% dari jumlah penduduk Indonesia.
3. Bagaimana sistem bisnis Ojek Online
Perusahaan ojek online unik loh sob. Mengapa unik ? keunikan dari perusahaan ojek
online ini adalah walaupun jasa utamanya adalah transportasi, namun kendaraan
yang digunakan bukanlah milik perusahaan, melainkan milik drivernya pribadi loh.
Selain itu, pendapatan yang diperoleh driver, dibagi dengan perushaaan. Contohnya
adalah PT. Gojek Indonesia, membagi pembagian perusahaan : mitra driver sebesar
20% : 80%.
Seiring dengan perkembangan usaha dan pangsa pasar ojek online tidak hanya
menawarkan jasa transportasi. Saat ini familiar bagi kita mendengar istilah Go-food,
Go-send atau temen- temen pasti suka menemukan seorang driver yang dibelakang
motornya di pasang papan iklan ol-shop. Selain driver diberikan jaket, helm, dan
smartphone. Tentunya pendapatan atas penjualan jasa dan atribut tersebut akan
dikenakan pajak.
4. Aspek pemajakan Ojek Online
Oke sob, sekarang kita masuk ke inti pembahasan utama kita. Mari kita breakdown,
pendapatan yang diterima ojek online. Menurut riset yang dilakukan oleh Defi
Wirdah Amarah (2017), bahwa pendapatan ojek online contohnya Go-jek berasal
dari :
a. Customer
b. Kerja sama layanan Go-Food dan Go-Send
c. Iklan
d. Penjualan atribut kepada driver.
Selain itu seperti bisnis pada umumnya terdapat pengeluaran yang dikeluarkan PT
Gojek terkait operasionalnya ini berasal dari :
a. Pengeluaran kepada driver,
b. Pengeluaran untuk pajak
c. Dan lain- lain.
5. Pengeluaran untuk pajak

Sobat, secara khusus, mari kita bahas pengeluaran perusahaan transportasi online
untuk pajak.
1. PPh 21.
Secara umum, perusahaan transportasi online, memiliki karyawan tetap.
Karyawan tetap, bias karyawan finance, IT dsb. Maka tentu penghasilan yang
berikan kepada karyawan tetap ini akan dikenakan PPh 21. Pihak perusahaan
sebagai pemotong pajak. Nah sobat gogo. Jika perusahaan membayar honor
kepada driver yang konsumennya menggunakan go-pay dan sejenisnya, jika
sebulannya melebihi Rp 300.000,- maka sesuai ketentuan dalam PMK
152/PMK.010/2015 perusahaan tersebut wajib memotong PPh pasal 21.
2. PPh 23
– Pembayaran penghasilan kepada driver
Pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima driver bisa juga dikenakan PPh
23. Mengapa demikian ? Karena perusahaan ojek online tersebut bisa juga
dianggap memberikan jasa perantara, antara driver dan customer melalui
aplikasi. Sehingga jasa yang diterima driver wajib dikenakan PPh 23 dengan tarif
sebesar 2% dari pendapatan bruto.
– Jasa iklan
Pastinya kita semua pernah menggunakan aplikasi Go-Food untuk memesan
makanan bukan? Ketika sobat mencoba memilih restoran di aplikasi Go-Food
tersebut maka akan muncul berbagai restoran yang telah bekerja sama dengan
perusahaan transportasi online tersebut. Atas penghasilan yang diterima akan
dipotong PPh 23. Oleh Perusahaan transportasi online, PPh 23 dapat dianggap
sebagai kredit pajak.
3. PPN
– Penjualan atribut kepada driver
Helm, jaket, bahkan smartphone yang digunakan oleh driver merupakan atribut
wajib driver transportasi online. Namun ketika diterima tentunya driver perlu
membeli dari perusahaan bersangkutan. Ada kalanya untuk melunasinya driver
mencicil sendiri perlengkapannya loh sob. Oleh karena itu, atribut tersebut
dianggap sebagai Barang kena pajak (BKP). Jika perusahaan transportasi online

tersebut merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka akan dikenakan PPN
sebesar 10%.

– Pemasangan Iklan, jasa pengantaran
Apabila transportasi online tersebut menyediakan kerja sama berupa jasa
pemasangan iklan atau sobat pernah menggunakan Gojek/ Grab, sebagai pihak
untuk mengantarkan barang, maka atas jasa yang diberikan akan dikenakan PPN
sob. Perusahaan transportasi online tersebut akan bertindak sebagai pemungut
pajak.
6. Tantangan dan Hambatan
Hingga saat ini, belum ada regulasi yang tetap untuk mengatur pajak atas
transportasi online. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi pemerintah. Tantangan
tersebut adalah terkait tarif atas PPh Badan yang ingin dikenakan kepada
perusahaan transportasi online. Pengenaan pajak tersebut concern utamanya tentu
adalah harapan kepatuhan perusahaan online untuk membayar pajak meningkat
serta menjaga investor agar tidak lari, dan menjaga pertumbuhan digital ekonomi.

Referensi :
Internet
https://www.scribd.com/document/355150426/Analisis-Perpajakan- UBER-Dan-
GOJEK- tanggal akses 4 november 2017
undang- undang:
Republik Indonesia, 152/Pmk.010/2015 mengenai Penetapan Bagian Penghasilan
Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai
Tidak Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilanpmk
Buku :
Mardiasmo.(2016).Perpajakan edisi terbaru 2016. Yogyakarta: Penerbit Andi.