Variable Costing and Its Applications in Manufacturing Company
[docxpresso file=”http://www.jagoakuntansi.com/wp-content/uploads/Kultweet-17-Januari-2018.odt” comments=”true”]
[docxpresso file=”http://www.jagoakuntansi.com/wp-content/uploads/Kultweet-17-Januari-2018.odt” comments=”true”]
Selamat Malam Sobat Gogo! Sudah siap belajar bareng Gogo tentang Audit di malam yang cerah ini? Yuk kita mulai…
Materi kita hari membahas tentang analisis laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor eksternal sebagai indikasi awal kecuarangan atau financial shenangians dalam laporan ekuangan kliennya.
Sobat gogo tau kasus Parmalat? Pendiri Parmalat, Calisto Tanzi, harus mendekam di penjara selama 10 tahun akibat melakukan manipulasi harga saham, membuat laporan keuangan palsu sekaligus menghalangi audit. Deloitte & Touche dan Grant Thornton bersama dengan Italian offices of Bank of Ameria dituduh membantu manajer-manajer Parmalat dalam melakukan kecurangan.
Untuk terhindarnya auditor sebagai pelaku kecurangan, auditor diatur oleh Standar Audit untuk melaporkan kecurangan kepada Badan Pengatur dan Penegak Hukum jika dirasa perlu oleh Auditor. Dengan adanya SA 240 tentang tanggung jawab auditor terkait dengan kecuarangan dalam suatu audit atas laporan keuangan, auditor diwajibkan untuk menganalisis laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian dalam laporan keuangan yang diakibatkan oleh kesalahan dan kecurangan.
Dalam menganalisis laporan keuangan untuk dapat mendeteksi kecurangan dan gimmick akuntansi auditor dapat melihat financial shenanigans yang ada dalam laporan keuangan.
Analisis laporan keuangan yang dapat dilakukan dengan tiga cara:
Terdapat tujuh jenis financial shenanigans yaitu:
Untuk mendeteksi Financial Shenanigans yang ada dalam laporan keuangan, terdapat ukuran yang digunakan sebagai indikasi awal yaitu:
Diluar ukuran tersebut, beberapa kegiatan yang terjadi dalam suatu entitas dapat memberikan indikasi awal adanya financial shenanigans yaitu:
Jika dalam tahap analisis awal terdapat indikasi awal adanya financial shenanigans pada laporan keuangan, maka dapat dilakukan penelusuran informasi yang dikeluar entitas berupa:
Hal lain yang perlu diperhatikan:
Sebagian besar financial shenanigans berasal dari dua area permasalahan utama yaitu akuntansi untuk akuisisi dan akuntansi untuk pengakuan pendapatan.
Kemungkinan financial shenanigans terkait akuntansi untuk akuisisi:
Kemungkinan financial shenanigans terkait akuntansi untuk pengakuan pendapatan.
http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/09/050928_parmalat.shtml
IAI, Modul Chartered Accountant Pelaporan Korporat.
[docxpresso file=”http://www.jagoakuntansi.com/wp-content/uploads/Big4.odt” comments=”true”]
Hallo sobat gogo, bagaimana persiapannya menyambut liburan panjang akhir tahun? Pasti seru donk.
Nah, kali ini prodi auditing bakal ngebahas tentang sejarah ataupun asal mula ilmu auditing.
Kuy, dibaca yuk!! J
Darimana istilah kata “Audit” muncul?
Kata “Audit” yang pertama kali muncul di pertengahan abad ke-19 berasal dari bahasa Latin “Audire” yang artinya “mendengar”. Orang yang mendengarkan (audire) laporan keuangan yang dibaca oleh akuntan dengan tujuan untuk memeriksa laporan keuangan tersebut disebut “Auditor”. Sebenarnya pekerjaan auditor sudah ada secara informal sejak zaman sebelum masehi ketika laporan keuangan pertama kali dibuat di negara-negara kuno seperti Mesopotamia, Mesir, Yunani, Roma, Inggris dan India.
Auditing Pertama Kali
Profesi ini pada waktu itu hanya dikhususkan untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan dengan melakukan pemeriksaan secara rinci. Kecurangan merupakan masalah yang sangat memprihatinkan pada awal sejarah audit.
Akhir abad ke-19 merupakan titik balik dalam sejarah audit ketika hukum English Companies Act 1892 diberlakukan. English Companies Act 1892 mengharuskan semua perusahaan besar maupun perusahaan kecil memerlukan review yang objektf dari seorang professional khusus yang independen dan mempunyai skill untuk memeriksa laporan keuangan perusahaan tersebut.
Penerapan Metode Sampling
Prosedur audit yang dilakukan pada akhir abad 19 sampai dengan awal abad 20-an adalah pemeriksaan secara lengkap pada setiap transaksi dan melakukan koreksi pada setiap akun yang salah saji pada laporan keuangan. Sekitar tahun 1890an, Negara Inggris dan Amerika Serikat melihat perlunya cara yang lebih efisien dan tidak memakan biaya besar, sehingga munculnya teknik sampling dalam proses audit, teknik ini mengambil transaksi-transkasi yang berjumlah besar dari populasi data yang ada untuk diperiksa kebenarannya yang saat ini dikenal dengan istilah Audit Berbasis Risiko (Risk Based Audit).
Komputer Dalam Audit
Pada tahun 1950, Dunia bisnis melihat pengolahan data elektronik oleh sistem komputer dapat melakukan banyak hal yang membantu Akuntan Publik, professional dan pengusaha lainnya. Di awal tahun 1960, mayoritas penggunaan komputer ditujukan untuk kepentingan bisnis daripada untuk hal ilmiah.
Mulai tahun 1970-an ini, komputer digital sudah dapat menangani sejumlah besar data dan memproses informasi dalam waktu yang sangat singkat. Komputer membuat pekerjaan akuntan publik menjadi jauh lebih mudah terutama dalam menangani pekerjaan pembukuan. Hal ini memberikan banyak waktu luang bagi akuntan untuk bisa fokus pada pekerjaan yang lebih penting. Sejarah audit dan penemuan komputer dalam melakukan audit berakhir di sini pada tahun 1970-an.
Perkembangan Audit di Indonesia
Profesi Auditorsi di Indonesia masih tergolong baru. Pada masa penjajahan Belanda, jumlah perusahaan di Indonesia belum begitu banyak, sehingga Auditorsi dengan sendirinya hampir tidak dikenal. Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang beroperasi di Indonesia pada waktu itu, mengikuti model pembukuan seperti yang berlaku di negaranya. Situasi seperti itu berlangsung hingga Indonesia merdeka. Auditorsi baru mulai dikenal di Indonesia setelah tahun 1950-an, yaitu ketika semakin banyak perusahaan didirikan dan Auditorsi sistem Amerika mulai dikenal, terutama melalui pendidikan di perguruan tinggi.
Perkembangan Auditorsi di Indonesia terjadi pada tahun 1973, yaitu ketika Ikatan Auditor Indonesia (IAI) menetapkan Prinsip-prinsip Auditorsi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Auditor (NPA). Selain itu perkembangan yang terjadi dalam dunia perbankan sejak tahun 1988 semakin menuntut dilakukannya audit atas laporan keuangan bagi perusahaan-perusahaan yang akan mengajukan permohonan kredit ke bank. Pada tahun 1995 lahir Undang-undang Perseroan Terbatas yang mewajibkan suatu perseroan terbatas menyusun laporan keuangan dan jika perseroan merupakan perusahaan publik, maka laporan keuangannya wajib diaudit oleh Auditor publik. Pada tahun yang sama Undang – Undang Pasar modal pun lahir juga.
Seiring perkembangan perusahaan di Indonesia, IAI telah banyak melakukan penyempurnaan peraturan yang berlaku di Indonesia. Yang mana Indonesia saat itu berkibalat pada peraturan yang dibuat oleh Amerika Serikat. Pada tahun 1994 IAI melakukan penyusunan ulang prinsip Auditorsi dan standar audit yang disebut Standar Auditorsi Keuangan (SAK) dan Standar Profesional Auditor Publik (SPAP). Sejalan dengan itu Dewan Standar Auditorsi yang dibentuk IAI secara terus menerus menerbitkan Pernyataan Standar Auditorsi Keuangan (PSAK.
Seperti terjadi di Amerika Serikat seratus tahun lalu, fungsi pengauditan di Indonesia memasuki abad ke-21 ini masih belum dipahami masyarakat. Banyak kesalahpahaman yang terjadi atas laporan auditor, karena fungsi audit tidak dipahami dengan benar. Situasi demikian nampak sekali ketika berbagai kasus terkenal seperti kasus Bank Summa, skandal Bank Bali yang diaudit oleh Pricewaterhouse Coopers, dan sejumlah kasus lainnya, dikomentari berbagai pihak. Kebanyakan komentar tersebut mencerminkan kesalahpahaman masyarakat, tidak saja mengenai makna pendapat auditor atas laporan keuangan yang diperiksanya, tetap juga mengenai perbedaan antara berbagai jenis audit yang bisa dilakukan oleh seorang auditor.
REFERENCES
Lee, T. A., The Evolution of Audit Thought and Practice (New York: Garland Publishing, Inc., 1988).
McRae, T. W., The Impact of Computers on Accounting (New York: John Wiley & Sons, 1964).
The History of Auditing. (123HelpMe.com., 2015)
Origin and Evolution of Auditing. (Sribd.com., 2013)
https://dailylakss.wordpress.com/tag/perkembangan-audit-di-indonesia/ diakses pada 19 Desember 2017
http://richank-meister.blogspot.co.id/2012/09/auditing-i-sejarah-auditing.html diakses pada 19 Desember 2017
Keuangan Negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Untuk mencapai tujuan bernegara, Keuangan Negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dibentuk satu BPK yang bebas dan mandiri. Pemeriksaan BPK meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). BPK melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan merupakan patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi:
Wewenang BPK
Dalam pelaksanaan tugasnya BPK memiliki wewenang sebagai berikut:
Pemeriksaan Keuangan Negara
Pemeriksaan keuangan negara adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian, pemeriksaan keuangan negara memberikan keyakinan yang memadai.
Proses pemeriksaan meliputi:
Pemeriksaan dilakukan dalam rangka untuk mendorong tata kelola keuangan negara yang baik melalui perolehan keyakinan bahwa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan/atau prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
Jenis pemeriksaan keuangan negara
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan keuangan negara, yaitu:
Pemeriksaan keuangan bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan
Tujuan pemeriksaan kinerja adalah memberikan kesimpulan atas aspek ekonomi, efisiensi dan/atau efektivitas pengelolaan keuangan negara, serta memberikan rekomendasi untuk memperbaiki aspek tersebut.
PDTT bertujuan untuk memberikan kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang ditetapkan. PDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif.
Unsur-unsur pemeriksaan keuangan negara
Berikut ini unsur-unsur pemeriksaan keuangan negara, yaitu:
Pihak dalam Pemeriksaan Keuangan Negara
Pemeriksaan keuangan negara melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu:
BPK adalah lembaga negara yang memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK dapat menugaskan Pemeriksa BPK dan/atau tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK. Pemeriksa BPK adalah Pelaksana BPK yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Tenaga ahli dan/atau pemeriksa di luar BPK dapat sebagai orang-perorangan maupun lembaga dari luar BPK. Pemeriksaan keuangan negara juga dapat dilaksanakan oleh akuntan publik. Pemeriksaan dilaksanakan dengan berdasarkan pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan SPKN.
Pihak yang bertanggung jawab adalah pihak yang diperiksa, yang bertanggung jawab atas informasi hal pokok dan/atau bertanggung jawab mengelola hal pokok, dan/atau bertanggung jawab menindaklanjuti hasil pemeriksaan antara lain Presiden, Menteri, dan Kepala Daerah.
Prinsip-prinsip pemerikasaan keuangan negara
Prinsip-prinsip pemeriksaan keuangan negara adalah ketentuan yang harus dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar pemeriksaan dan Pemeriksa dalam melakukan Pemeriksaan, yang meliputi:
Kriteria pemeriksaan
Kriteria pemeriksaan adalah tolok ukur yang digunakan dalam memeriksa dan menilai hal pokok, dalam hal ini informasi yang diungkapkan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk tolok ukur penyajian dan pengungkapan yang relevan. Setiap pemeriksaan menggunakan kriteria pemeriksaan yang sesuai dengan konteks pemeriksaannya. Kriteria pemeriksaan yang digunakan bergantung pada sejumlah faktor, antara lain tujuan dan jenis pemeriksaan. Kriteria pemeriksaan yang digunakan harus tersedia bagi pengguna LHP sehingga pengguna memahami proses evaluasi dan pengukuran suatu hal pokok.
Kriteria pemeriksaan yang sesuai menggambarkan karakteristik sebagai berikut:
Kriteria pemeriksaan dapat bersumber dari ketentuan peraturan perundangundangan, standar yang diterbitkan organisasi profesi tertentu, kontrak, kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh entitas yang diperiksa, atau kriteria yang dikomunikasikan oleh Pemeriksa kepada pihak yang bertanggung jawab.
Pengembangan standar pemerikasaan
Pengembangan standar pemeriksaan meliputi:
Pengembangan standar pemeriksaan mempertimbangkan perkembangan standar di lingkungan profesi secara nasional maupun internasional. Proses pengembangan standar pemeriksaan mencakup langkah-langkah yang perlu ditempuh secara cermat (due process) agar dihasilkan standar pemeriksaan yang diterima secara umum. Langkah-langkah tersebut antara lain:
Penyusunan standar pemeriksaan
Penyusunan standar pemeriksaan dilakukan berdasarkan acuan kerangka konseptual ini. Langkah-langkah penyusunan standar pemeriksaan meliputi:
Revisi standar pemeriksaan
Revisi standar pemeriksaan dapat berupa:
Komentar Terbaru