Financial Shenanigans

Selamat Malam Sobat Gogo! Sudah siap belajar bareng Gogo tentang Audit di malam yang cerah ini? Yuk kita mulai…

Materi kita hari  membahas tentang analisis laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor eksternal sebagai indikasi awal kecuarangan atau financial shenangians dalam laporan ekuangan kliennya.

Sobat gogo tau kasus Parmalat? Pendiri  Parmalat, Calisto Tanzi, harus mendekam di penjara selama 10 tahun akibat melakukan manipulasi harga saham, membuat laporan keuangan palsu sekaligus menghalangi audit. Deloitte & Touche dan Grant Thornton bersama dengan Italian offices of Bank of Ameria dituduh membantu manajer-manajer Parmalat dalam melakukan kecurangan.

Untuk terhindarnya auditor sebagai pelaku kecurangan, auditor diatur oleh Standar Audit untuk melaporkan kecurangan kepada Badan Pengatur dan Penegak Hukum jika dirasa perlu oleh Auditor. Dengan adanya SA 240 tentang tanggung jawab auditor terkait dengan kecuarangan dalam suatu audit atas laporan keuangan, auditor diwajibkan untuk menganalisis laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian dalam laporan keuangan yang diakibatkan oleh kesalahan dan kecurangan.

Dalam menganalisis laporan keuangan untuk dapat mendeteksi kecurangan dan gimmick akuntansi auditor dapat melihat financial shenanigans yang ada dalam laporan keuangan.

Analisis laporan keuangan yang dapat dilakukan dengan tiga cara:

  1. Melakukan common size atas Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komperhensif
  2. Membeaca dengan seksama Catatan atas Laporan Keuangan dan penjelasan kualitatif lainnya.
  3. Membandingkan Arus Kas dari Kegiatan Operasional dengan Laba Bersih

Terdapat tujuh jenis financial shenanigans yaitu:

  1. Mengakui adanya pendapatan sebelum pada waktunya.
  2. Mengakui adanya pendapatan palsu sebagai pendapatan.
  3. Meningkatkan laba dengan keuntungan insedental.
  4. Merubah periode pencatatan tahun berjalan ke periode sebelumnya atau setelahnya.
  5. Tidak melakukan pencatatan atau dengan sengaja mengurangi nilai liabilitas
  6. Memindahkan pencatatan pendapatan periode berjalan ke periode yang akan datang.
  7. Memindahkan beban masa yang akan datang ke periode berjalan sebagai kerugian insidential.

Untuk mendeteksi Financial Shenanigans yang ada dalam laporan keuangan, terdapat ukuran yang digunakan sebagai indikasi awal yaitu:

  1. Pertumbuhan yang rendah ataupun negatif dari arus kas masuk dari kegiatan operasional sedangkan laba bersih mengalami peningkatan.
  2. Pertumbuhan pejualan tahunan yang tinggi, namun kemudian diikuti dengan pertumbuhan yang rendah atau negatif.
  3. Pertumbuhan piutang yang tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan (Account Receivable Turn Over)
  4. Pertumbuhan persediaan yang tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan (Inventory Turn Over)
  5. Penurunan laba kotor yang paling rendah atau yang paling tinggi
  6. Peningkatan yang signifikan dari aset tidak berwujud
  7. Tingginya nilai pendapatan tangguhan

Diluar ukuran tersebut, beberapa kegiatan yang terjadi dalam suatu entitas dapat memberikan indikasi awal adanya financial shenanigans yaitu:

  1. Perubahan prinsip atau estimasi akuntansi
  2. Perubahan kebijakan akuntansi
  3. Perubahan klasifikasi akun
  4. Perubahan auditor eksternal
  5. Perpanjangan termin pembayaran
  6. Penjualan yang pengiriman ditunda oleh pembeli (bill and hold)
  7. Syarat pemberian kredit yang sangat ringan
  8. Insider stock sales
  9. Transaksi nonkeuangan
  10. Transaksi pihak berelasi
  11. Decline in backlog
  12. Layaway sales

Jika dalam tahap analisis awal terdapat indikasi awal adanya financial shenanigans pada laporan keuangan, maka dapat dilakukan penelusuran informasi yang dikeluar entitas berupa:

  1. Laporan Auditor Independent yaitu : (a) Ada tidaknya opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (b) Reputasi Auditor
  2. Catatan atas Laporan Keuangan: (a) Kebijakan akuntansi dan perubahan atas kebijakan akuntansi (b) Transaksi hubungan istimewa (c) Kontijensi dan komitmen.
  3. Laporan Tahunan Laporan : (a) Penyampaian laporan direksi, apakah langsung pada fokusnya atau tidak (b) Pengungkapan spesifik pada diskusi dan analisis (c)Konsistensi CALK dengan Laporan Tahunan (d) Bagaimana entitas kondisi keuangan, likuiditas dan rencana biaya modal untuk periode yang akan datang. (e) Litigasi dan tuntutan hukum lainnya. (f) Remunerasi direksi dan komisaris (g) Transaksi hubungan istimewa
  4. Laporan Prospektus (a) Kinerja masa lalu (b) Kualitas manajemen, direksi dan komisaris.

Hal lain yang perlu diperhatikan:

  1. Keberadaan dan independensi Komite Audit
  2. Penggunaan kebijakan akuntansi agresif.
  3. Ada tidaknya tuntutan hukum yang masih berjalan, khususnya yang memiliki konsekuensi tinggi bagi entitas.
  4. Ada tidaknya komitmen dalam bentuk kontrak pembelian jangka panjang, khususnya jika klausul dalam kontrak ternyata merugikan.
  5. Ada tidaknya perubahan pada estimasi atau prinsip akuntansi yang digunakan.
  6. Penekanan pada penjelasan dari Direktur Utama, khususnya untuk menilai integritas manajemen.

Sebagian besar financial shenanigans berasal dari dua area permasalahan utama yaitu akuntansi untuk akuisisi dan akuntansi untuk pengakuan pendapatan.

 

 

Kemungkinan financial shenanigans terkait akuntansi untuk akuisisi:

  1. Melakukan akuisisi dengan menggabungkan entitas yang tidak menghasilkan laba. Kejadian ini dapat meningkatkan pendapatan, laba dan harga saham jangka pendek, namun merugikan bagi investor jangka panjang.
  2. Menggeser kerugian ke periode “stub”. Periode stub adalah periode yang muncul saaat periode pelaporan entitas yang diakuisisi berbeda dengan periode entitas yang mengakuisisi. Di periode tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengaturan pengakuan pendapatan ataupun beban untuk mempengaruhi harga akuisisi.
  3. Melakukan write-off sebelum dan sesudah akuisisi.
  4. Melepaskan cadangan yang tercipta akibatnya adanya write-off.
  5. Merubah alokasi harga akuisisi untuk menciptakan goodwill dan melakukan kapitalisasi beban akuisisi.
  6. Adanya potongan harga akuisisi yang diakui sebagai pendapatan entitas yang mengakuisisi.
  7. Memberikan waran saham sebagai pemanis untuk komitmen pembelian masa depan.

Kemungkinan financial shenanigans terkait akuntansi untuk pengakuan pendapatan.

  1. Pendapatan dari kontrak konstruksi jangka panjang.
  2. Penjualan konsinyasi
  3. Penjualan cicilan
  4. Pendatapan dari penyewaan aset (leasing)

http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/09/050928_parmalat.shtml

https://finance.detik.com/sosok/1056341/pendiri-parmalat-diganjar-10-tahun-penjara-kasus-enron-ala-eropa

IAI, Modul Chartered Accountant Pelaporan Korporat.

The Big Four

[docxpresso file=”http://www.jagoakuntansi.com/wp-content/uploads/Big4.odt” comments=”true”]

History of “AUDITING”

Hallo sobat gogo, bagaimana persiapannya menyambut liburan panjang akhir tahun? Pasti seru donk.

Nah, kali ini prodi auditing bakal ngebahas tentang sejarah ataupun asal mula ilmu auditing.

Kuy, dibaca yuk!! J

Darimana istilah kata “Audit” muncul?

Kata “Audit” yang pertama kali muncul di pertengahan abad ke-19 berasal dari bahasa Latin “Audire” yang artinya “mendengar”. Orang yang mendengarkan (audire) laporan keuangan yang dibaca oleh akuntan dengan tujuan untuk memeriksa laporan keuangan tersebut disebut “Auditor”. Sebenarnya pekerjaan auditor sudah ada secara informal sejak zaman sebelum masehi ketika laporan keuangan pertama kali dibuat di negara-negara kuno seperti Mesopotamia, Mesir, Yunani, Roma, Inggris dan India.

Auditing Pertama Kali

Profesi ini pada waktu itu hanya dikhususkan untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan dengan melakukan pemeriksaan secara rinci. Kecurangan merupakan masalah yang sangat memprihatinkan pada awal sejarah audit.

Akhir abad ke-19 merupakan titik balik dalam sejarah audit ketika hukum English Companies Act 1892 diberlakukan. English Companies Act 1892 mengharuskan semua perusahaan besar maupun perusahaan kecil memerlukan review yang objektf dari seorang professional khusus yang independen dan mempunyai skill untuk memeriksa laporan keuangan perusahaan tersebut.

 Penerapan Metode Sampling

Prosedur audit yang dilakukan pada akhir abad 19 sampai dengan awal abad 20-an adalah pemeriksaan secara lengkap pada setiap transaksi dan melakukan koreksi pada setiap akun yang salah saji pada laporan keuangan. Sekitar tahun 1890an, Negara Inggris dan Amerika Serikat melihat perlunya cara yang lebih efisien dan tidak memakan biaya besar, sehingga munculnya teknik sampling dalam proses audit, teknik ini mengambil transaksi-transkasi yang berjumlah besar dari populasi data yang ada untuk diperiksa kebenarannya yang saat ini dikenal dengan istilah Audit Berbasis Risiko (Risk Based Audit).

Komputer Dalam Audit

Pada tahun 1950, Dunia bisnis melihat pengolahan data elektronik oleh sistem komputer dapat melakukan banyak hal yang membantu Akuntan Publik, professional dan pengusaha lainnya. Di awal tahun 1960, mayoritas penggunaan komputer ditujukan untuk kepentingan bisnis daripada untuk hal ilmiah.

Mulai tahun 1970-an ini, komputer digital sudah dapat menangani sejumlah besar data dan memproses informasi dalam waktu yang sangat singkat. Komputer membuat pekerjaan akuntan publik menjadi jauh lebih mudah terutama dalam menangani pekerjaan pembukuan. Hal ini memberikan banyak waktu luang bagi akuntan untuk bisa fokus pada pekerjaan yang lebih penting. Sejarah audit dan penemuan komputer dalam melakukan audit berakhir di sini pada tahun 1970-an.

Perkembangan Audit di Indonesia

Profesi Auditorsi di Indonesia masih tergolong baru. Pada masa penjajahan Belanda, jumlah perusahaan di Indonesia belum begitu banyak, sehingga Auditorsi dengan sendirinya hampir tidak dikenal. Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang beroperasi di Indonesia pada waktu itu, mengikuti model pembukuan seperti yang berlaku di negaranya. Situasi seperti itu berlangsung hingga Indonesia merdeka. Auditorsi baru mulai dikenal di Indonesia setelah tahun 1950-an, yaitu ketika semakin banyak perusahaan didirikan dan Auditorsi sistem Amerika mulai dikenal, terutama melalui pendidikan di perguruan tinggi.

Perkembangan Auditorsi di Indonesia terjadi pada tahun 1973, yaitu ketika Ikatan Auditor Indonesia (IAI) menetapkan Prinsip-prinsip Auditorsi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Auditor (NPA). Selain itu perkembangan yang terjadi dalam dunia perbankan sejak tahun 1988 semakin menuntut dilakukannya audit atas laporan keuangan bagi perusahaan-perusahaan yang akan mengajukan permohonan kredit ke bank. Pada tahun 1995 lahir Undang-undang Perseroan Terbatas yang mewajibkan suatu perseroan terbatas menyusun laporan keuangan dan jika perseroan merupakan perusahaan publik, maka laporan keuangannya wajib diaudit oleh Auditor publik. Pada tahun yang sama Undang – Undang Pasar modal pun lahir juga.

Seiring perkembangan perusahaan di Indonesia, IAI telah banyak melakukan penyempurnaan peraturan yang berlaku di Indonesia. Yang mana Indonesia saat itu berkibalat pada peraturan yang dibuat oleh Amerika Serikat. Pada tahun 1994 IAI melakukan penyusunan ulang prinsip Auditorsi dan standar audit yang disebut Standar Auditorsi Keuangan (SAK) dan Standar Profesional Auditor Publik (SPAP). Sejalan dengan itu Dewan Standar Auditorsi yang dibentuk IAI secara terus menerus menerbitkan Pernyataan Standar Auditorsi Keuangan (PSAK.

Seperti terjadi di Amerika Serikat seratus tahun lalu, fungsi pengauditan di Indonesia memasuki abad ke-21 ini masih belum dipahami masyarakat. Banyak kesalahpahaman yang terjadi atas laporan auditor, karena fungsi audit tidak dipahami dengan benar. Situasi demikian nampak sekali ketika berbagai kasus terkenal seperti kasus Bank Summa, skandal Bank Bali yang diaudit oleh Pricewaterhouse Coopers, dan sejumlah kasus lainnya, dikomentari berbagai pihak. Kebanyakan komentar tersebut mencerminkan kesalahpahaman masyarakat, tidak saja mengenai makna pendapat auditor atas laporan keuangan yang diperiksanya, tetap juga mengenai perbedaan antara berbagai jenis audit yang bisa dilakukan oleh seorang auditor.

 

REFERENCES

Lee, T. A., The Evolution of Audit Thought and Practice (New York: Garland Publishing, Inc., 1988).

McRae, T. W., The Impact of Computers on Accounting (New York: John Wiley & Sons, 1964).

The History of Auditing. (123HelpMe.com., 2015)

Origin and Evolution of Auditing. (Sribd.com., 2013)

https://dailylakss.wordpress.com/tag/perkembangan-audit-di-indonesia/ diakses pada 19 Desember 2017

http://richank-meister.blogspot.co.id/2012/09/auditing-i-sejarah-auditing.html diakses pada 19 Desember 2017

 

 

 

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

Keuangan Negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Untuk mencapai tujuan bernegara, Keuangan Negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dibentuk satu BPK yang bebas dan mandiri. Pemeriksaan BPK meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). BPK melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan merupakan patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi:

  1. standar umum,
  2. standar pelaksanaan,
  3. dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau Pemeriksa.

 

Wewenang BPK

Dalam pelaksanaan tugasnya BPK memiliki wewenang sebagai berikut:

  1. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;
  2. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia (BI), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
  3. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
  4. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
  5. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
  6. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
  7. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;
  8. membina jabatan fungsional pemeriksa;
  9. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan;
  10. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah;
  11. memantau penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain;
  12. memantau pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK;
  13. dan memantau pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

 

Pemeriksaan Keuangan Negara

          Pemeriksaan keuangan negara adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian, pemeriksaan keuangan negara memberikan keyakinan yang memadai.

Proses pemeriksaan meliputi:

  1. perencanaan,
  2. pelaksanaan,
  3. pelaporan, dan
  4. pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

Pemeriksaan dilakukan dalam rangka untuk mendorong tata kelola keuangan negara yang baik melalui perolehan keyakinan bahwa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan/atau prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

 

Jenis pemeriksaan keuangan negara

Terdapat beberapa jenis pemeriksaan keuangan negara, yaitu:

  1. Pemeriksaan keuangan

Pemeriksaan keuangan bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan

  1. Pemeriksaan kinerja,

Tujuan pemeriksaan kinerja adalah memberikan kesimpulan atas aspek ekonomi, efisiensi dan/atau efektivitas pengelolaan keuangan negara, serta memberikan rekomendasi untuk memperbaiki aspek tersebut.

PDTT bertujuan untuk memberikan kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang ditetapkan. PDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif.

 

Unsur-unsur pemeriksaan keuangan negara

Berikut ini unsur-unsur pemeriksaan keuangan negara, yaitu:

  1. Hubungan tiga pihak, yang terdiri atas:
  2. pemeriksa keuangan negara,
  3. pihak yang bertanggung jawab, dan
  4. pengguna LHP;
  5. Hal pokok (subject matter) dan informasi hal pokok (subject matter information);
  6. Kriteria pemeriksaan;
  7. Bukti pemeriksaan;
  8. Laporan hasil pemeriksaan; dan
  9. Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan

 

Pihak dalam Pemeriksaan Keuangan Negara

Pemeriksaan keuangan negara melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu:

  1. pemeriksa keuangan negara;

BPK adalah lembaga negara yang memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK dapat menugaskan Pemeriksa BPK dan/atau tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK. Pemeriksa BPK adalah Pelaksana BPK yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Tenaga ahli dan/atau pemeriksa di luar BPK dapat sebagai orang-perorangan maupun lembaga dari luar BPK. Pemeriksaan keuangan negara juga dapat dilaksanakan oleh akuntan publik. Pemeriksaan dilaksanakan dengan berdasarkan pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan SPKN.

 

  1. pihak yang bertanggung jawab;

Pihak yang bertanggung jawab adalah pihak yang diperiksa, yang bertanggung jawab atas informasi hal pokok dan/atau bertanggung jawab mengelola hal pokok, dan/atau bertanggung jawab menindaklanjuti hasil pemeriksaan antara lain Presiden, Menteri, dan Kepala Daerah.

 

  1. pengguna LHP, yaitu:
  2. Lembaga perwakilan, yaktu DPR, DPD, dan DPRD
  3. Pemerintah, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah
  4. Pihak lain yang berkepentingan, yaitu masyarakat, instansi penegak hukum, dan lembaga yang mempunyai kepentingan terhadap LHP

 

Prinsip-prinsip pemerikasaan keuangan negara

          Prinsip-prinsip pemeriksaan keuangan negara adalah ketentuan yang harus dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar pemeriksaan dan Pemeriksa dalam melakukan Pemeriksaan, yang meliputi:

  1. Kode etik;
  2. Pengendalian mutu;
  3. Manajemen dan keahlian tim Pemeriksa;
  4. Risiko pemeriksaan;
  5. Materialitas;
  6. Dokumentasi pemeriksaan; dan
  7. Komunikasi pemeriksaan.

 

 

 

Kriteria pemeriksaan

Kriteria pemeriksaan adalah tolok ukur yang digunakan dalam memeriksa dan menilai hal pokok, dalam hal ini informasi yang diungkapkan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk tolok ukur penyajian dan pengungkapan yang relevan. Setiap pemeriksaan menggunakan kriteria pemeriksaan yang sesuai dengan konteks pemeriksaannya. Kriteria pemeriksaan yang digunakan bergantung pada sejumlah faktor, antara lain tujuan dan jenis pemeriksaan. Kriteria pemeriksaan yang digunakan harus tersedia bagi pengguna LHP sehingga pengguna memahami proses evaluasi dan pengukuran suatu hal pokok.

Kriteria pemeriksaan yang sesuai menggambarkan karakteristik sebagai berikut:

  1. relevan, memberikan kontribusi kepada kesimpulan guna membantu pengambilan keputusan oleh pengguna;
  2. lengkap, faktor-faktor relevan yang dapat memengaruhi kesimpulan tidak ada yang diabaikan;
  3. andal, memungkinkan pengevaluasian dan pengukuran yang konsisten terhadap hal pokok oleh pemeriksa lain yang mempunyai kualifikasi yang sama;
  4. netral, memberikan kontribusi kepada kesimpulan yang bebas dari keberpihakan; dan
  5. dapat dipahami, mudah dipahami oleh pengguna sehingga pembuatan kesimpulan menjadi jelas, komprehensif, dan tidak rentan terhadap penafsiran yang berbeda-beda.

Kriteria pemeriksaan dapat bersumber dari ketentuan peraturan perundangundangan, standar yang diterbitkan organisasi profesi tertentu, kontrak, kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh entitas yang diperiksa, atau kriteria yang dikomunikasikan oleh Pemeriksa kepada pihak yang bertanggung jawab.

 

Pengembangan standar pemerikasaan

Pengembangan standar pemeriksaan meliputi:

  1. prosedur penyusunan standar,
  2. revisi standar, dan
  3. interpretasi standar.

Pengembangan standar pemeriksaan mempertimbangkan perkembangan standar di lingkungan profesi secara nasional maupun internasional. Proses pengembangan standar pemeriksaan mencakup langkah-langkah yang perlu ditempuh secara cermat (due process) agar dihasilkan standar pemeriksaan yang diterima secara umum. Langkah-langkah tersebut antara lain:

  1. konsultasi dengan pemerintah, organisasi profesi di bidang pemeriksaan, dan
  2. mempertimbangkan standar pemeriksaan internasional.

 

Penyusunan standar pemeriksaan

Penyusunan standar pemeriksaan dilakukan berdasarkan acuan kerangka konseptual ini. Langkah-langkah penyusunan standar pemeriksaan meliputi:

  1. pengidentifikasian topik atau masalah,
  2. riset terbatas,
  3. penulisan draft standar,
  4. peluncuran exposure draft standar,
  5. dengar pendapat exposure draft standar,
  6. pembahasan tanggapan dan masukan atas exposure draft standar,
  7. konsultasi draft standar dengan Pemerintah, dan
  8. finalisasi serta penetapan standar.

 

Revisi standar pemeriksaan

Revisi standar pemeriksaan dapat berupa:

  1. Revisi mayor adalah penambahan, pengurangan, atau perubahan menyeluruh suatu subbab di dalam pernyataan standar pemeriksaan.
  2. revisi minor adalah penambahan, pengurangan, atau perubahan istilah penting, kalimat dan/atau paragraf dalam suatu subbab pernyataan standar pemeriksaan.