Pada tahun 2016, Pemda DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok, memberikan insentif berupa keringanan pajak hiburan sebesar 50% untuk menggelar konser Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2016. Alasan Pemda DKI memberikan keringan pajak hingga maksimal 50% untuk menggerakan hiburan bertaraf internasional di Indonesia khususnya Jakarta. Selain itu dari sisi pendapatan daerah, pajak atas hiburan menjadi salah satu pos pendapatan Pemda DKI.

Sobat, selain contoh kasus diatas, kita banyak menemui kasus serupa misalkan pemerintah daerah tertentu menurunkan tarif pajak hiburannya sebagai insentif agar banyak perusahaan cinema mau berinvestasi pembangunan bioskop di daerahnya. Atau kita banyak menemukan tempat- tempat karaoke banyak bermunculan di kota- kota baik metropolitan dan kecamatan. Dari contoh diatas, maka timbulah pertanyaan sob, seberapa penting yah pajak atas hiburan bagi pemerintah daerah ? kira- kira bagaiamana pajak hiburan tersebut diatur ya ? yuk kita bahas.

Sebelum kita membahas pajak hiburan lebih dalam, yuk ketahui dulu terminology hiburan menurut perpajakan itu seperti apa. Dalam perpajakan, hiburan diartikan sebagai semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan atas keramaian dengan nama dan bentuk apa pun, yang ditontotn atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan. Satu hal,segala jenis bentuk hiburan memiliki .   Harga tanda masuk, selanjutnya disingkat HTM, yang merupakan bayaran nilai uang yang tercantum pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau pengunjung.

Umumnya hanya pemerintahan daerah kabupaten/kota yang memungut pajak hiburan. Kita ambil contoh dalam hal ini Pemda DKI Jakarta ya sob. Pemda DKI mengatur Pajak hiburan melalui  Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan. Didalam Perda no 3 tahun 2015, jelas diatur objek yang dikenakan dalam pajak hiburan diantaranya sebagai berikut :

  1. tontonan film;
  2. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
  3. kontes kecantikan;
  4. pameran;
  5. diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya;
  6. sirkus, akrobat dan sulap;
  7. permainan bilyar dan bowling;
  8. pacuan kuda dan pacuan kendaraan bermotor;
  9. permainan ketangkasan;
  10. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran (fitness center);
  11. pertandingan olahraga;

Namun sobat, tidak semua jenis pagelaran hiburan dikenakan pajak ya. Contoh yang dikecualikan dalam pajak hiburan itu adalah pameran buku, upacara adat, pernikahan, bukan termasuk objek pajak.

Dalam Perda DKI Jakarta Nomor 3 tahun 2015, subjek pajak hiburan adalah orang pribadi ataupun badan yang menikmati hiburan sob. Sedangkan yang menjadi wajib pajak tentu yang menyelenggarakan hiburan tersebut. Baik berupa orang pribadi atau badan.

Nah, sekarang bagaimana pajak hiburan dihitung ya sob? Kita masuk lebih teknis ya mengenai pengenaan pajaknya nih. Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan. Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud diawal, termasuk potongan harga dan tiket Cuma-Cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.

Lalu, bagaimana dengan tarif pajaknya ya sob ? harus sobat ingat, bahwa hiburan itu ada berbagai macam jenisnya, seperti yang sudah Gogo jelaskan diatas. Tarif pajak atas hiburan diantaranya sebagai berikut :

  • Tarif pajak untuk pertunjukan film di bioskop ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
  • Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang berkelas lokal/ tradisional sebesar 0% (nol persen)
  • Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang berkelas nasional sebesar 5% (lima persen)
  • Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas nasional sebesar 5% (lima persen)
  • Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas internasional sebesar 15% (lima belas persen)

Jadi sob, jika kita melihat tarif pajak diatas, bisa kita simpulkan sedikit sob, alasan mengapa jika kita menonton bioskop di Surabaya dan di Jakarta pasti berbeda harganya. Ternyata pajak juga mempengaruhi penentuan harga tiket yah. Saat terutang pajak hiburan itu terjadi saat pada saat penyelenggaraan hiburan. Dalam hal pembayaran diterima sebelum hiburan diselenggarakan, pajak terutang pada saat terjadi pembayaran.

 

Walaupun jarang mendapatn sorotan, namun pajak hiburan praktiknya memberikan kontribusi cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Per 2016, PAD DKI Jakarta sebesar Rp. 34.4 Triliun. Dari jumlah keseluruhan, Pajak hiburan memiliki kontribusi sebesar Rp 769,54 milliar.

 

Sobat Gogo, setelah mengetahui pajak hiburan, mulai kebayang dong, kalau hiburan yang selama ini kita nikmati baik di bioskop atau pergelaran music memiliki kontribusi penting terhadap kota kita tinggal. Nah sekarang Gogo mau memberikan contoh perhitungannya nih sobat.

 

Misalkan Gogo menonton film di bioskop KJAI. Harga tiket masuk sebesar Rp. 45.000,-. Bagaimana perhitungan pajaknya sob ?

  • HTM = Rp. 45.000,-
  • Tax (10%) = Rp. 4500
  • Total = Rp. 49.500

Nilai Rp. 49.500,- merupakan total nilai yang perlu dibayar oleh Gogo ketika menonton film di bioskop KJAI.

 

Selanjutnya pihak bioskop KJAI selaku pemungut pajak akan melaporkan pajak hiburan yang telah dipungut sesuai ketentuan UU no 55 tahun 2016. Wajib pajak melaporkan pajak hiburan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTD). SPTD harus dilaporkan wajib pajak kepada pemerintah daerah terkait selambat- lambatnya 15 hari setelah berakhirnya masa pajak.

 

 

Sumber :

https://zulkiflisasaja.wordpress.com/2014/04/15/pajak-hiburan/

http://bprd.jakarta.go.id/pajak-hiburan-2/

https://seleb.tempo.co/read/750205/pemda-dki-beri-diskon-pajak-java-jazz-2016-hingga-50-persen