Hai Sobat Gogo, setelah minggu lalu kita membahas mengenai outlook
perpajakan Indonesia tahun 2018. Eits, pembahasan belum selesai loh, karena hari
ini Gogo akan kembali melanjutkan pembahasan outlook perpajakan Indonesia
tahun 2018. Malam ini, yuk mari kita kupas tuntas pembahasan mengenai strategi
dan hambatan perpajakan kita tahun ini.
Sobat Gogo harus tahu, bahwa prediksi penerimaan APBN 2018, dari sisi
pendapatan pajak adalah sebesar Rp 1.618,T. Dengan shortfall pajak sebesar
sebesar 25%, maka tentu angka penerimaan pajak tersebut menjadi tantangan bagi
pemerintah khususnuya Dirjen Pajak. Namun, tahun 2018 ini, pemerintah cukup
optimis dengan prediksi penerimaan yang ada. Jika kita mau mengabaikan factor
ekonomi lain sebagai pendorong, jika hanya dilihat dari sisi perpajakan maka Gogo
menguraikan sebagai berikut:

1. Kebijakan Automatic Exchange of Information (AEoI).
Automatic Exchange of Information (AEoI)- Gogo pernah bahas materi ini
loh… AEoI sudah bukan menjadi isu baru di Indonesia. Setelah sukses Indonesia
menggelar tax amnesty, pemerintah tidak ingin kehilangan momentum untuk
meningkatkan pendapatan perpajakan dan memantau jumlah harta wajib pajak
Indonesia yang di parker di luar negeri. Melalui PMK 39/PMK.03/2017 tentang Tata
Cara Pertukaran Informasi. PMK ini menjadi landasan kuat untuk menjalankan AEoI
dan diharapkan dapat menjadi strategi jitu untuk Dirjen Pajak Indonesia untuk
menarik kembali harta orang Indonesia di luar negeri.. Dengan adanya wewenang
untuk melakukan pertukaran data dengan pemerintah atau pihak perbankan luar
negeri, maka potensi peningkatan pendapatan kuta ada dong pasti sob…
2. Sustainable Compliance Melalui Inovasi Layanan Pajak.
Modern ini, dengan majunya era globalisasi berbanding lurus dengan
meningkatnya UMKM dalam berbagai bentuk dan industri. Kesempatan ini dinilai

menjadi potensi penerimaan. Namun tentunya Dirjen Pajak menyadari bahwa salah
satu hal yang menghambat wajib pajak dalam membayar dan melaporkan pajaknya
dikarenakan birokrasi yang tidak efisien. Maka permasalahan itu coba diselesaikan
dengan upaya berkesinambungan melalui layanan pajak seperti e-service, mobile
tax unit, KPP Mikro, dan Outbound Call. Layanan berbasis internet ini dapat
menembus jarak dan memiliki jangkauan yang luas.
Selain layanan pajak yang keluarkan oleh Dirjen Pajak sendiri, ternyata ada
juga loh sob layanan pajak hasil kerja sama dengan pihak ketiga. Seperti pada bulan
November lalu sob, Bu Sri Mulyani mencoba bekerja sama dengan PT Gojek
Indonesia ( penyedia jasa ojek online ) untuk menjadi agen pajak. Cara seperti ini,
mencoba dilakukan dan memiliki pengaruh loh sob. Dengan era keterbukaan dan
serba praktis, tentu layanan agen pajak bisa menjadi mitra wajib pajak dalam hal
pelaporan SPT atau pembuatan NPWP. Walaupun terkesan sederhana, diharapkan
agen pajak dapat mengambil andil untuk meningkatkan jumlah wajib pajak di
Indonesia. Kalau wajib pajak kita bertambah, potensi peningkatan pendapatan pajak
kita akan meningkat juga dong sob.
3. Intergrasi Data dan Sistem Informasi Perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya melakukan pembaharuan (Up to
Date) data dan integrasi sistem antara lain melalui e-filing, e-form, dan e-faktur.
Hingga saat ini, DJP telah melakukan validasi data baik berupa data kohir atau
tunggakan pajak melalui program Provenido dan validasi data Surat Pemberitahuan
(SPT). DJP pada 2018 juga berencana melakukan migrasi basis data yang ada di
dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SiDJP).

4. Insentif Pajak dan Review Kebijakan Exemption Tax.
Pemerintah akan terus memberikan insentif perpajakan berupa Tax Holiday
maupun Tax Allowance. Sementara itu, untuk daftar barang tidak kena pajak dalam
UU PPN Nomor 42 Tahun 2009, pemerintah akan mereviu kembali list exemption
tax tersebut sehingga mampu memberi keadilan yang lebih tinggi kepada wajib
pajak sekaligus meningkatkan penerimaan pajak.
5. Reformasi Perpajakan
Menteri Keuangan Sri Mulyani menunjuk Dirjen Pajak Robert Pakpahan
sebagai pemimpin reformasi sistem perpajakan. Reformasi ini merupakan program
jangka Panjang pemerintah sob. Rencananya reformasi perpajakan akan
dilangsungkan hingga tahun 2020. Agenda reformasi pajak ini diantaranya redesign
organisasi, meningkatkan kedisplinan petugas wajib pajak. Untuk sekedar informasi
saja sob, jumlah petugas pajak kita tidak lebih dari 40ribu personel. Jadi kebayang
dong 1 orang petugas dapat menangani 800 wajib pajak (asumsi jumlah wajib pajak
Indonesia 32 juta jiwa ). Menyederhanakan proses bisnis, dan diharapkan dengan
adanya reformasi perpajakan dapat meningkatkan kepatuhan perpajakan yang

berpengaruh pada meningkatnya tax ratio kita menjadi 15%, yang saat ini berada di
level 11%.
Nah sobat, kira-kira apa saja ya tantangan kita dalam merealisasikan
penerimaan pajak tersebut yah? Gogo mencoba menjabarkan hambatan yang Gogo
peroleh dari berbagai sumber. Yang pertama adalah internal pemerintah sendiri.
Pemerintah memiliki ambisi untuk menyelesaikan proyek- proyek dimulai dari
pembangunan jalan tol, jembatan, LRT, MRT, bendungan. Selain proyek-proyek
yang bersifat infrastuktur, pemerintah juga memiliki sejumlah proyek dibidang
kesehatan, Pendidikan, dan sebagainya yang membutuhkan dana segar. Namun
tentu, untuk membiayai proyek diperlukan dana yang cukup besar. Sedangkan pos
penerimaan APBN masih mengandalkan perpajakan sebagai primadona. Apalagi
penerimaan kita tidak ditopang pos lain diluar pajak yang masih cukup lesu.

Disisi lain, tax buoyancy Indonesia sejak periode 2016 menunjukan pola
penerimaan pajak Indonesia kurang elastis. Tahun 2016, tax buoyancy kita berada
di angka 0,35%. Artinya 1% pertumbuhan PDB hanya bisa ditransaksikan pada
pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 0,35%. Tahun 2018, bisa dikatakan juga
sebagai tahun politik. Bagaimana tidak, tahun ini kurang lebih 171 daerah di tiap-
tiap provinsi Indonesia akan mengadakan pemilihan kepala daerah. Pilkada 2018
tentu akan menarik perhatian pemerintah dan masyarakat. Di satu sisi, adanya
pilkada tentu diharapkan terjadi deal yang dapat menguntungkan disisi kebijakan
akan pendapatan daerah. Adanya kelompok kepentingan seperti pengusaha
didalam setiap pilkada biasa berdampak juga dengan kebijakan perpajakannya.
Namun disisi lain, hadirnya Pilkada dikhawatirkan akan menghambat pembahasan
RUU perpajakan, diantaranya RUU KUP, RUU konsultan pajak. Khusus RUU KUP
dianggap vital karena dengan pembaharuan terhadap KUP yang baru diharapkan
dapat mengakomodir subjek pajak e-commerce.
Dari sisi dunia internasional, reformasi pajak Amerika Serikat (AS) juga ambil
andil menjadi sorotan. Setelah senat memberikan lampu hijau kepada pemerintahan
Donald Trump untuk mengubah worldwide tax system ke territorial tax system.
Sehingga hal itu berarti penghasilan residen AS yang berasal dari luar AS tidak
dapat dipajaki oleh pemerintah. Selain itu AS berencana mengubah tarif PPh Badan
mereka dari 35% ke angka 20%. Tujuan dilakukan reformasi pajak ini adalah agar
perusahaan multinasional AS di luar negeri untuk pulang dan menggerakan
perekonomian negara. Hal ini menimbulkan sebuah kompetisi baru bagi Indonesia.
Negara besar macam AS yang ingin menurunkan tarif PPh Badan mereka tentu
menjadi perhatian dan hambatan mengingat Indonesia saat ini masih bertahan
dengan tarif PPh Badan sebesar 25%.
Selain itu ada banyak pekerjaan rumah pemerintah dan dirjen pajak, seperti
pengoptimalan CFC rules, kebijakan atas transfer pricing, BEPS.

Nah sekian bahasan kita pada hari ini. Bagaimana sob, sudah ada gambaran
kan mengenai outlook Perpajakan Indonesia 2018. Nah baru sama-sama kita
dukung pemerintah dengan cara taat membayar pajak ya sob.
Learning, sharing, inspiring
Sumber :
https://news.ddtc.co.id/begini-strategi- ditjen-pajak- genjot-tingkat- kepatuhan-11705
http://www.pajak.go.id/kepatuhan-dan- penerimaan-pajak- 2017-tumbuh- pesat-djp- optimis-
hadapi-2018
http://finansial.bisnis.com/read/20170301/10/633133/ini-3- tantangan-dunia- perpajakan-
indonesia-di- era-globalisasi
Inside tax edisi 39