Akuntansi Multinasional: Transaksi Mata Uang Asing dan Instrumen Keuangan (bagian 2)
Kali ini tim Akuntansi Keuangan akan melanjutkan pembahasan tentang Akuntansi Multinasional, khususnya Translasi laporan keuangan entitas asing.
Penentuan Mata Uang Fungsional
Mata uang fungsional adalah mata uang utama yang digunakan oleh suatu perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha, dan dalam menghasilkan atau menggunakan kasnya. Ada tiga kemungkinan nilai tukar yang digunakan dalam mengonversi nilai mata uang asing menjadi rupiah, yaitu :
- Nilai tukar sekarang adalah nilai tukar pada akhir hari tanggal neraca.
- Nilai tukar historis adalah nilai tukar yang ada pada saat transaksi awal terjadi, seperti nilai tukar pada saat aset diterima atau kewajiban diakui.
- Nilai tukar rata-rata adalah nilai tukar rata-rata selama suatu periode, biasanya merupakan rata-rata sederhana suatu periode tertentu dan sering digunakan untuk menghitung pendapatan dan beban yang terjadi.
PSAK No.11 tentang “Translasi Mata Uang Asing” (PSAK 11) memberikan panduan khusus untuk mentranslasikan laporan keuangan dari mata uang asing menjadi mata uang rupiah. Mata uang fungsional digunakan untuk membedakan antara dua jenis kegiatan operasional luar negeri, yaitu :
– Kegiatan yang dikelola sendiri dan terintegrasi dengan lingkungan lokal dimana entitas asing itu beroperasi.
– Kegiatan yang terpisah dari lingkungan lokal dan terintegrasi dengan induk perusahaan.
Indikator-indikator Mata Uang fungsional :
Indikator |
Mata uang sebagai mata uang fungsional jika memenuhi indikator di bawah ini |
Arus kas
|
Arus kas yang berhubungan dengan kegiatan utama perusahaan didomonasi oleh mata uang tersebut. |
Harga jual
|
Harga jual dalam jangka pendek sangat terpengaru dengan perubahan nilai mata uang tersebut atau produksi perusahaan sebagian besar di ekspor. |
Beban
|
Beban dipengaruhi oleh perubahan nilai mata uang. |
Akan tetapi, beberapa entitas asing menggunakan mata uang fungsional yang berbeda dengan mata uang lokalnya. DSAK telah mengadopsi pendekatan mata uang fungsional setelah mempertimbangkan tujuan dari proses translasi berikut.
- Memberikan informasi yang secara umum sesuai dengan pengaruh ekonomi yang diharapkan dari perubahan nilai tukar terhadap arus kas dan ekuitas perusahaan.
- Mencerminkan laporan keuangan konsolidasi hasil keuangan dan hubungan antara masing-masing entitas konsolidasi dalam mata uang fungsional yang sesuai dengan prinsip akutansi yang berlaku secara umum di Indonesia.
Pendekatan mata uang fungsional mengharuskan entitas asing untuk mentranslasikan seluruh transaksinya kedalam mata uang fungsional sebelum perusahaan menyusun laporan keuangan konsolodasi.
Penentuan Mata Uang Fungsional Di Lingkungan dengan Tingkat Inflasi Tinggi
Pengecualian atas kriteria pemilihan mata uang asing dikhususkan jika entitas asing berlokasi di negara seperti Argentina dan Peru yang mengalami inflasi yang sangat tinggi. Inflasi yang sangat tinggi didefinisikan sebagai inflasi yang melebihi 100% selama periode 3 tahun. PSAK memutuskan bahwa volativitas dalam mata uang asing dengan hiperinflasi mendistorsi laporan keuangan jika mata uang lokal dipergunakan sebagai mata uang fungsional entitas asing. Oleh karna itu, dalam kasus operasi entitas asing yang berada dalam perekonomian dengan tingkat inflasi yang sangat tinggi, mata uang pelaporan dari induk perusahaan Indonesia-rupiah-harus digunakan sebagai mata uang fungsional entitas asing. Pengecualian ini mencegah nilai aset dan perubahan laporan laba rugi yang tidak realistis jika keadaan hiperinflasi tersebut diabaikan dan prosedur translasi yang normal digunakan.
Sebagai contoh, asumsikan bahwa anak perusahaan di luar negeri membangun gedung dengan biaya 1.000.000 peso pada saat nilai tukar adalah Rp500 = 1 peso. Jadi 1.000.000 peso = Rp 500.000.000. Kemudian diasumsikan bahwa karna adanya hiperinflasi dinegara anak perusahaan luar negeri tersebut, maka nilai tukar menjadi Rp0,05 = 1 peso. Nilai gedung hasil translasi pada saat dibangun dan setelah hiperinflasi adalah sebagai berikut.
Jumlah |
Tanggal Pembangunan |
Setelah Hiperinflasi |
||
(peso) | Nilai Tukar | Jumlah hasil Translasi | Nilai Tukar | Jumlah Hasil Traslasi |
1.000.000 | Rp500 | Rp500.000.000 | Rp0,05 | Rp50.000 |
Nilai translasi setelah hiperinflasi tidak mencerminkan nilai pasar atau biaya perolehan historis dari gedung tersebut. Oleh karna itu, PSAK mengharuskan penggunaan rupiah sebagai mata uang fungsional dalam kasus hiperinflasi untuk memberikan stabilitas dalam laporan keuangan. Hiperinflasi dalam ilmu ekonomi, adalah inflasi yang tidak terkendali, kondisi ketika harga-harga naik begitu cepat dan nilai uang menurun drastis. Secara formal, hiperinflasi terjadi jika tingkat inflasi lebih dari 50% dalam satu bulan. Negara-negara dengan hiperinflasi tertinggi yang pertama adalah Hongaria dan kedua adalah Zimbabwe.
Translasi Versus Pengukuran Kembali Laporan Keuangan Asing
Terdapat dua metode yang berbeda untuk menyajikan kembali laporan keuangan entitas asing kedalam rupiah yaitu;
1. Tranlasi laporan keuangan entitas asing ke rupiah.
2. Pengukuran kembali laporan keuangan entitas asing ke mata uang fungsional entitas tersebut.
Setelah pengukuran kembali, keuangan tersebut harus ditranslasikan jika mata uang fungsionalnya bukan rupiah. Jika mata uang fungsionalnya adalah rupiah maka tidak diperlukan translasi lagi.
Translasi adalah metode yang umum digunakan dan diterapkan jika mata uang lokal adalah mata uang fungsional entitas asing. Ini merupakam kasus normal dimana, sebagai contoh, anak perusahaan Indonesia di Prancis menggunakan euro ke rupiah. Setiap selisih translasi yang terjadi akan dimasukan sebagai komponen laba komprensif. Oleh karena pendapatan dan beban diasumsikan terjadi secara beragam sepanjang periode, pendapatan dan beban yang ada dalam laporan laba rugi ditranslasikan dengan menggunakan nilai tukar rata-rata sepanjang periode pelaporan. Metode translasi sering disebut sebagai metode nilai tukar sekarang (current rate methods).
Pengukuran kembali adalah pengukuran kembali laporan keuangan entitas asing dari mata uang lokal yang digunakan entitas ke mata uang fungsional entitas asing. Metode yang digunakan untuk pengukuran kembali laporan keuangan dari mata uang lokal kepada mata uang fungsionalnya disebut metode temporal (temporal methods). Berdasarkan metode temporal, nilai tukar sekarang digunakan untuk mentranslasikan jumlah uang dalam mata uang fungsionalnya. Tabel berikut menyajikan metode-metode yang dapat digunakan oleh perusahaan Indonesia untuk menyatakan kembali laporan keuangan afiliasi asing menjadi rupiah.
Mata uang pembukuan dan Pencatatan afiliasi luar negri |
Mata uang fungsional |
Metode penyataan kembali |
Mata uang lokal (yaitu mata uang negara tempat afiliasi berlokasi) | Mata uang lokal | Translasi ke rupiah menggunakan nilai tukar sekarang. |
Mata uang lokal | Rupiah indonesia (seperti yang diharuskan dalam perekonomian hiperinflasi) | Diukur kembali dari mata uang lokal kerupiah |
Mata uang lokal | Mata uang negara ketiga (bukan matauang lokal atau rupiah) | Pertama, diukur kembali dari mata uang lokal kemata uang fungsional, kemudian di translasikan dari mata uang fungsional ke rupiah. |
Rupiah Indonesia | Rupiah Indonesia | Tidak diperlukan pernyataan kembali; suadah dinyatakan dalam rupiah |
Alasan konseptual dari dua metode yang berbeda tersebut –translasi dan pengukuran kembali- berasal dari pertimbangan atas tujuan utama dari proses translasi, yaitu : untuk memberikan informasi yang menunjukkan pengaruh yang diharapkan dari perubahan nilai tukar terhadap arus kas dan ekuitas perusahaan Indonesia. Afilasi asing dikategorikan menjadi dua kelompok :
1. Afilasi yang relatif merupakan entitas yang berdiri sendiri yang menghasilkan dan membelanjakan dalam unit mata uang lokal.
2. Afilasi yang terdiri dari entitas yang merupakan perpanjangan dari perusahaan Indonesia.
TRANSLASI LAPORAN KEUANGAN MATA UANG FUNGSIONAL MENJADI MATA UANG PELAPORAN PERUSAHAAN INDONESIA
Translasi dilakukan dengan menggunakan nilai tukar sekarang untuk semua aset dan kewajiban. Nilai tukar ini merupakan spot rate pada tanggal neraca. Akun ekuitas pemegang saham, selain saldo laba, ditranslasikan menggunakan nilai tukar historis. Nilai tukar historis yang digunakan adalah nilai tukar yang terakhir diantara tanggal induk perusahaan mengakuisisi investasi pada entitas asing atau tanggal anak perusahaan melakukan transaksi ekuitas pemegang saham. Secara ringkas, translasi laporan keuangan entitas asing dari mata uang fungsional kemata uang pelaporan perusahaan Indonesia adalah sebagai berikut;
Akun laporan laba rugi:
Pendapatan dan beban Umumnya, nilai tukar rata-rata tertimbang untuk periode laporan
Akun neraca:
Aset dan kewajban Nilai tukar sekarang pada tanggal neraca
Ekuitas pemegang saham Nilai tukar historis
Oleh karena untuk translasi masing-masing akun entitas asing digunakan kurs yang berbeda-beda, maka umumnya debit dan kredit dalam neraca percobaan setelah translasi tidak sama. Pos penyeimbang debit percobaan translasi dengan kreditnya disebut selisih translasi.
Komentar Terbaru