Bias Kognitif

Halo Sobat! Kamis malam? Giliran audit gentayangan! Gimana sharing “Audit Sampling”
minggu lalu? Gogo harap Sobat jadi makin penasaran dengan audit!
Sobat, sebagai calon future auditor, sikap professional scepticism harus dimiliki untuk
menghasilkan audit berkualitas. Kurangnya sikap professional scepticism dapat berujung pada
misstatement yang tidak terungkap sepenuhnya. Peningkatan lebih lanjut dalam professional
scepticism harus ditunjukkan dengan sebuah pemahaman psikologi, khususnya bias kognitif. Bias
kognitif dapat mempengaruhi para stakeholder dalam proses pelaporan keuangan, termasuk
auditor, sehingga mengurangi kualitas audit. Maka dari itu, malam ini, kita bakal sharing tentang
“Bias Kognitif” dalam audit! Tapi, sebelum ke sana, gimana sih konsep bias dalam standar
internasional?

Bias menjadi rujukan di dalam beberapa standar internasional audit, tapi penggunaan
istilahnya berbeda dari literatur psikologi, Sobat! Dalam Handbook of International Quality Control,
Auditing, Review, Other Assurance, and Related Services Pronouncements IAASB, management bias
didefinisikan sebagai “A lack of neutrality by management in the preparation of information.”
Neutrality di sini berarti “bebas dari bias.” Selanjutnya, ISA mewajibkan auditor untuk waspada
terhadap indikator bias manajemen dan mengambil tindakan mitigasi saat bias diketahui. Jadi,
menghilangkan bias dilihat sebagai sesuatu yang bukan saja diinginkan, tetapi juga memungkinkan,
Sobat!

Pada bulan Desember 2015 lalu, ada sebuah diskusi mengenai bias auditor yang mengacu
pada bias kognitif. Analisis terhadap tanggapan konsultasi “Invitation to Comment, Enhancing Audit
Quality in the Public Interest” (the ITC) IAASB mengidentifikasi risiko bahwa auditor mungkin secara
tidak sadar melakukan bias, Sobat! Analisis ini menyarankan auditor memitigasi subconscious bias ini
dengan cara menjadi lebih aware bahwa bias tersebut benar-benar ada. Riset terhadap bias kognitif
menemukan bahwa awareness dan pelatihan dapat membantu memitigasi bias, tapi mungkin tidak
sepenuhnya efektif.

Literatur mengenai bias kognitif berakar pada sebuah publikasi berjudul “Judgement under
Uncertainty: Heuristics and Biases” oleh Amos Tversky dan Daniel Kahneman. Isu yang mereka coba
jawab adalah mengapa beberapa penilaian manusia terlihat irasional dan tidak optimal. Mereka
menjelaskan bahwa sejumlah bias kognitif yang telah berkembang memengaruhi manusia dalam
pengambilan keputusan.
Beberapa bias kognitif berfungsi sebagai shortcut untuk pengambilan keputusan yang cepat
meski tidak terlalu akurat dan sangat membantu apabila waktunya singkat. Sebagai contoh, auditor
tetap perlu membuat keputusan saat memiliki informasi yang tidak lengkap atau saat asersi
pelaporan keuangan bergantung pada informasi yang forward-looking. Selain itu, audit dengan
sumber terbatas bergantung pada interaksi sosial yang baik dengan klien agar perolehan informasi
jadi lebih efisien. Akibatnya, proses audit rentan terhadap bias kognitif, Sobat!
Ada 12 bias kognitif yang paling relevan terhadap proses audit:
1) Hindsight bias
2) Outcome bias
3) Confirmation bias
4) Anchoring bias
5) Availability heuristic
6) Groupthink
7) Overconfidence
8) Recency
9) Conjunction bias
10) Selective perception
11) Stereotyping
12) Blind-spot bias

Kendalanya adalah bahwa bias kognitif ini merupakan akibat langsung dari menjadi manusia,
Sobat! Bias kognitif dapat dimitigasi dengan cara merancang sistem yang dapat mengurangi
dampaknya. Namun, tidak semua bias kognitif bisa dihilangkan. Audit yang benar-benar
menghilangkan bias kognitif mungkin akan sangat memakan waktu dan mahal. Oleh karena itu,
tantangan ini menuntut tanggung jawab seluruh stakeholder untuk kualitas sistem secara
keseluruhan. Setiap pihak perlu meningkatkan awareness terhadap bias kognitif agar sistem dan
proses dapat dirancang menjadi lebih tangguh. Nah, siapa aja nih stakeholder-nya, Sobat?
1) Auditor
Saat merancang dan melakukan proses audit, auditor perlu menyadari sejauh mana mereka
terpengaruh oleh subconscious bias. Mereka harus memitigasi bias sebisa mungkin, baik
pada tahap perancangan dan selama mereviu temuan audit.
2) Penyusun standar
Saat menyusun standar, mereka harus memastikan bahwa standar tersebut tidak
menciptakan sistem yang rentan terhadap bias.
3) Penyusun laporan keuangan
Mereka harus menyiapkan laporan keuangan yang transparan. Mereka juga harus
memastikan bahwa auditor mereka didukung dalam menerapkan professional scepticism
dan diberi ruang untuk melakukan pekerjaan secara independen.
4) Komite audit
Mereka harus mempertanyakan auditor selama proses audit untuk mengidentifikasi area-
area di mana bias kognitif mungkin terjadi dan meminta auditor mereka untuk
meminimalkan dampak bias kognitif pada proses audit.
5) Regulator
Regulator harus berfokus pada peningkatan kualitas audit yang lebih baik dan bekerja sama
dengan stakeholder kualitas audit lainnya untuk meminimalkan risiko bias auditor.
6) Investor
Investor harus memikirkan bagaimana cara meminimalkan dampak bias terhadap proses
seleksi auditor.
7) Masyarakat
Masyarakat harus mendorong diskusi baru mengenai kualitas audit yang berakar pada
komitmen bersama terhadap kualitas.
Nah, itu dia sharing Gogo mengenai bias kognitif pada malam ini! Semoga menambah
pengetahuan para Sobat Audit! Jangan lupa kepo Twitter untuk kultweet asik dan Instagram untukinfografik menarik hanya di @jagoakuntansi! Nantikan gentayangan audit pada Kamis malam
berikutnya, Sobat!
Keep Learning, Sharing, Inspiring!

Sumber: Gambier, Andrew. Banishing bias? Audit, objectivity and the value of professional
scepticism. London: Association of Chartered Certified Accountants, 2017.

Audit Sampling

Sobat gogo pasti tidak asing dengan salah satu jasa yang diberikan oleh Akuntan Publik.
yang satu ini, yaitu audit. Nahkali ini terkait jasa audit kita akan bahas hal yang lekat
dengan jasa audit yaitu sampling.
Auditor di Indonesia yang melaksanakan jasa audit mengacu pada Standar Audit yang
dibuat oleh IAPI. Untuk hal yang menyakut dengan Jasa Audit teman-teman bisa
melihat Standar Audit dengan mengakses laman IAPI.
Nah kita mulai bahas sampling dengan mengerti arti sampling. Sampling adalah
penerapan prosedur audit terhadap kurang dari100% unsur dalam suatupopulasi.
Diharapkan sampling dampak menggambarkan keadaan populasiagar Auditor
mendapatkan basis untuk menarik kesimpulan atas keadaan populasi tersebut.
Karena tidak100% unsur dalam suatu populasi diterapkan prosedur audit,maka
terdapat risiko sampling.
Jadi agar auditor tidak menarik kesimpulan yang salah karena adanya risiko sampling,
auditor harus melakukan beberapa tindakan sebelum melakukan samplingyaitu:
1. Perancangan suatu sampel audit
2.Mempertimbangkan tujuan prosedur audit dan karakteristik populasi
3.Menentukan ukuran sampel
4.Memilih unsur-unsur yang akan diuji dengan peluang antara unsur satu dan yang
lain sama untuk dipilih
Sampling dibagi menjadi dua yaitu statistik dan nonstatistik. Untuk sampling statistik
memiliki karakteristik yaitu pemilihan unsur sampel dilaksanakan secara acak dan
penggunaan teori probabilitas untuk menilai hasil sampel, termasuk untuk mengukur
risiko sampling. Jika suatu sampling tidak memiliki kedua karakteristik dianggap sebagai
sampling non statistik.

Besarnya ukuran sampel akan dipengaruhi oleh faktor:

a.Tingkat keyakinan auditor
b.Tingkat kesalahan yang diharapkan
c.Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir

Tingkat keyakinan auditor dalam mempengaruhi besarnya ukuransampel dilihat dari
pengalaman auditor dalam melakukan prosedur auditor pada unsur tersebut sesuai
dengan tujuan prosedur tersebut di keadaan kliennya. Semakin tinggi tingkat keyakinan
auditor kepada keadaan klien untuk dilalukan prosedur audit maka semakin sedikit
sampel yang akan diambil, begitu sebaliknya.
Tingkat kesalahan yang diharapkan yang dimaksud adalah tingkat kesalahan yang
ditemukan oleh auditor sebelum melakukan prosedur audit tersebut. Auditor yang
melakukan prelimenary research pada kliennya akan menemukan tingkat kesalahan.
Semakin tinggi tingkat kesalahan yang diharapkan maka semakin tinggi sampel yang
akan ditentukan, begitupun sebaliknya.
Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir adalah tingkat kesalahan dalam melaksanakan
prosedur audit tersebut. Semakin kecil tingkat kesalahan yang dapat ditolerir maka
semakin besar sampel yang  akan diambil, begitupun sebaliknya.
Jika auditor telah melakukan sampling, auditor juga harus mengevaluasi hasil sampling
yaitu dengan menilai hasil sampel, dan menilai apakah penggunaan sampling telah
menyediakan basis yang wajar untuk menarik kesimpulan tentang populasi yangdiuji.
Saat sampling audit belum dapat memberikan basis yang wajar untuk penarikan
kesimpulan auditor dapat melakukan penyesuaian sifat, saat dan luas untuk prosedur
audit tambahan, ataupun meminta klien (manajemen) untuk menginvestigasikesalaahan
penyajian yang terlihatpada sampel tersebut dan melakukan penyesuaian yang
diperlukan.

Nah Sobat,demikian penjelasan Gogo mengenai Sampling kali ini. Semoga bermanfaat
bagi sobat-sobat sekalianya.Tetap semangat untuk belajar dan berbagiya,Sob!
Nantikan materi-materi auditing dari Gogo minggu depan.
KJAI!Learning, Sharing ,Inspiring!!!

Sumber:
Gray,Ian andManson, Stuart.(2008) ‘The Audit Process Principles, Practice and Cases’,
Chapter11,4thedition, Singapore: Thomson Learning

Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) (Session 2)

Selamat Malam! Gimana kabarnya semua? Sudah siap belajar audit bareng Gogo?
Masih ingat kan kalau minggu lalu kita membahas tentang KPPK? Nah, kali ini Gogo
melanjutkan pembahasan minggu lalu, simak yuk simak..
Laporan Keuangan terdiri atas Laporan Keuangan triwulanan unaudited dan Laporan
Keuangan tahunan audited. Jika terdapat kesalahan hal yang harus dilakukan pelapor yaitu:
1. Pelapor harus menyampaikan koreksi atas kesalahan laporan dimaksud ke Bank
Indonesia. Koreksi laporan ini kan menjadi laporan pengganti atas laporan yang telah
diterima sebelumnya.
2. Nah, Laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung disampaikan kepada
Bank Indonesia secara online melalui website pelaporan di Bank Indonesia dengan
alamat https://www.bi.go.id/lkpbuv2.
Laporan yang disampaikan ini tidak boleh sembarangan karena BI dapat melakukan
penelitian terhadap kebenaran laporan dan/atau koreksi laporan yang disampaikan Pelapor.
Penelitian ini dilakukan dengan:
(1) memintapenjelasan, bukti, catatan, dan/ataudokumen pendukung, dengan atau tanpa
melibatkan instansi terkait
(2) melakukan pemeriksaan langsung terhadap Pelapor;
(3) meminta penjelasan dari KAP yang ditunjuk oleh Pelapor untuk menjelaskan Laporan
KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi
(4) menunjuk pihak lain untuk melakukan penelitian bagi BI.
Bukti pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan yang diperlukan dalam rangka
penelitian kebenaran laporan ini harus disampaikan kepada BI paling lama 15 hari sejak
tanggal penerbitan surat permintaan.
Pelanggaran terhadap ketentuan pelaporan KPPK dapat dikenakan sanksi administratif
sebagai berikut:
1. Pelapor yang menyampaikan Laporan KPPK secara tidak lengkap dan/atau tidak
benar dikenakan sanksi administrative berupa denda sebear Rp500.000,00 untuk
setiap laporan.
2. Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah
melalui Prosedur Atestasi, dan Laporan Keuangan dikenakan sanksi administratif
berupa denda sebesar Rp500.000,00
3. Untuk setiap hari kerja keterlambatan dengan denda paling banyak sebesar
Rp5.000.000,00.
4. Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui
Prosedur Atestasi, dan Laporan Keuangan dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp10.000.000,00 dapat dikenakan teguran tertulis dan/atau
pemberitahuan kepada otoritas/instansi berwenang.
5. Pelapor yang terlambat atau tidak menyampaikan informasi mengenai pemenuhan
Peringkat Utang (Credit Rating) dikenakan sanksi administratif berupa teguran
tertulis dan/atau pem beritahuan kepada otoritas atau instansi berwenang.
6. Selain dikenakan sanksi administrative berupa denda, Pelapor yang terlambat dan/atau
tidak menyampaikan Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan,
7. Pelapor dapat dikenakan sanksi administrative berupa teguran tertulis dan/atau
pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang dalam hal:
(a) Pelapor tidak membayar sanksi administrative berupa denda; atau
(b) Pelapor telah dikenakan sanksi administrative berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali
dalam 1 (satu) tahun kalender.

Ketentuan jika terjadi Force Majeure :
1. Pelapor yang mengalami kondisi force majeure sehingga menyebabkan keterangan
dan data tidak tersedia, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan untuk
periode laporan pada saat force majeure terjadi.
2. Sementara itu, Pelapor yang mengalami kondisi force majeure sehingga menyebabkan
penyampaian laporan terhambat, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan
dalam batas waktu penyampaian laporan.
3. Ketika mengalami kondisi force majeure, Pelapor wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada BI dengan memberikan penjelasan mengenai
keadaan force majeure yang dialami.
Nah Sobat, demikian penjelasan Gogo mengenai KPPK kali ini. Semoga bermanfaat bagi
sobat-sobat sekalianya.Tetap semangat untuk belajar dan berbagi ya,Sob!
Nantikan materi-materi auditing dari Gogo minggudepan.
KJAI! Learning, Sharing, Inspiring!!!

Sumber:
1. Surat Edaran Bank Indonesia No.17/3/DSTA
tentangPelaporanPenerapanPrinsipKehati-
hatiandalamPengelolaanUtangLuarNegeriKorporasi Nonbank
2. Tanya Jawab Surat Edaran Bank Indonesia
No.17/3/DSTAtentangPelaporanPenerapanPrinsipKehati-
hatiandalamPengelolaanUtangLuarNegeriKorporasiNonbank dalam
http://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Documents/se_170315_faq.pdf (diakses
pada 29 September 2017 pukul 19.46 WIB)

Sepuluh Standar Auditing Menurut SPA No. 01 Tahun 2011

images (10)Sob, tau gak nih apa yg dikenal dgn istilah “Sepuluh Standar Auditing”.. Hayoo yg konsen di Auditing silakan jawab! #10SA

Nah, sekarang gini dulu deh, standar auditing dgn prosedur auditing itu sama atau beda sih? Hayoo.. #10SA *DiskusiMalam* 😀

1. Menurut PSA 01. Standar auditing berbeda dgn prosedur auditing. “Prosedur” berkaitan dgn tindakan yg harus dilaksanakan. #10SA

2. Sedangkan “standar” berkaitan dgn kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan utk mencapai tujuan yg dikehendaki dgn prosedur tsb. #10SA

3. Bedanya dgn prosedur, standar auditing tidak hanya berkaitan dgn kualitas profesional auditor namun jg pertimbangan yg digunakan… #10SA

4. ..dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya. Standar auditing telah ditetapkan oleh IAPI tahun 2011 yg terdiri dr 10 standar. #10SA

5. 10 standar auditing dikelompokan menjadi tiga kelompok besar yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. #10SA

6. #10SA akan Gogo sebutin satu2 : standar umum a-c (3), standar pekerjaan lapangan d-f (3) dan standar pelaporan g-j (4). Total 10 yup pas!

7 a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yg cukup sebagai auditor. #10SA

8 b. Dalam semua hal yg berhubungan dgn perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. #10SA

9 c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dgn cermat dan seksama. #10SA

10 d. Pekerjaan harus direncanakan sebaik2nya dan jika digunakan asisten harus di supervisi dgn semestinya. #10SA

11 e. Pemahaman memadai atas pengendalian intern hrs diperoleh utk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat & lingkup pengujian. #10SA

12 f. Bukti audit kompeten yg cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai… #10SA

13 f (lanjutan) ..dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yg diaudit. #10SA

14 g. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dg standar akuntansi yg berlaku umum di Indonesia. #10SA

15 h. Laporan auditor hrs menunjukan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan. #10SA

16 i. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. #10SA

17 j. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa… #10SA

18 j (lanjutan) ..pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dgn lapkeu, maka laporan auditor harus.. #10SA

19 j (lanjutan) ..memuat petunjuk yg jelas mengenai sifat pekerjaan audit yg dilaksanakan & tingkat tanggung jawab yg dipikul auditor. #10SA

20. Standar2 tsb saling berhubungan. Materialitas &risiko audit melandasi penerapannya terutama standar pekerjaan &pelaporan. #10SA *sekian

Demikian 20 tweet #10SA sepuluh standar auditing sebagai pengantar tidur kita malam ini, semoga membantu utk mereview ya Sob. Bantu RT! 🙂