Akad Musyarakah Mutanaqishah
[Pengertian, Ruang Lingkup, Dasar yang Mengatur]
Musyarakah mutanaqisah merupakan produk turunan dari akad musyarakah. Musyarakah Mutanaqisah adalah bentuk akad kerjasama dua pihak atau lebih dalam kepemilikan suatu aset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung aset salah satu kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.
Produk Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) telah diterapkan oleh beberapa Bank Syariah yang meliputi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat untuk memiliki suatu aset tertentu melalui pembiayaan berbasis kemitraan bagi hasil antara pihak Nasabah dan Bank yang pada akhir perjanjian seluruh aset yang dibiayai tersebut menjadi milik Nasabah. Contoh dalam prakteknya, ketika Bank dan Nasabah ingin memiliki suatu aset akhirnya mereka bekerjasama dalam modal dengan persentase yang telah terkontrak. Kemudian Nasabah melakukan pengangsuran dana menurut modal kepemilikan aset yang dimiliki oleh bank. Maka terjadilah perpindahan kepemilikan aset dari bank kepada Nasabah menurut jumlah dana yang telah diangsur kepada Bank. Sampai akhirnya semua aset kepemilikan bank telah berpindah ke tangan ke Nasabah.Produk Musyarakah Mutanaqishah dapat diaplikasikan bentuk pembiayaan yang bersifat produktif maupun konsumtif. Jenis pembiayaan ini dapat diaplikasikan untuk tujuan pembiayaan kepemilikan aset seperti rumah maupun kendaraan baik baru maupun lama.
Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah terdapat akad pokok yaitu musyarakahdan akad pelengkap yaitu al-bai’ dan ijarah yang didalamnya terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi oleh yang melakukan kontrak/akad. Rukun akad Musyarakah mutanaqisah adalah:
- Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah).
- Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang bersifat musya’.
- Musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah (miliki bersama secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik.
Landasan hukum akad Musyarakah Mutanaqisah terdapat dalam Al-Qur’an (Surat Shad [38], ayat 24 dan Surat al-Zukhruf [43], ayat 32) , Hadist, Ijma Ulama, dan Fatwa DSN-MUI Nomor73/DSN-MUI/IX/2008tentang Musyarakah Mutanaqisah.
[Ketentuan Hukum dan Akad]
Ketentuan Hukum
Hukum Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh.
Ketentuan Akad
- Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai’ (jual-beli)
- Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:
- Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.
- Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad.
- Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.
- Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib membelinya.
- Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai kesepakatan.
- Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik lainnya (nasabah).
[Ketentuan Khusus]
Ketentuan khusus dalam Musyarakah Mutanaqishah yaitu
- Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain.
- Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
- Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
- Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.
- Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai prinsip syariah
[Resiko Pengaplikasian Akad Musyarakah Mutanaqishah]
- Risiko Kepemilikan
Dalam pembiayaan musyarakah mutanaqishah, status kepemilikan barang masih menjadi milik bersama antara pihak bank syariah dan nasabah. Hal ini merupakan konsekuensi dari pembiayaan musyarakah mutanaqishah, dimana kedua belah pihak ikut menyertakan dananya untuk membeli barang. Pada saat transfer kepemilikan barang, pihak nasabah dapat menguasai kepemilikan barang sepenuhnya setelah dilakukan pembayaran bagian bank syariah oleh nasabah beserta besaran uang sewa yang disepakati bersama.
- Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan oleh internal fraud bank syariah seperti pencatatan keuangan yang tidak benar atas nilai posisi, ketidaksesuaian pencatatan pajak secara sengaja, kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi maupun pelaporan serta aktivitas penyogokan dan penyuapan.
- Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko yang disebabkan oleh pergerakan kondisi pasar secara makro ekonomi baik itu terkait inflasi, nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga, meskipun bank syariah mengabaikan penghitungan bagi hasil berdasarkan suku bunga, tetapi efek dari suku bunga itu sendiri harus diperhatikan karena dampaknya yang cenderung menyebar ke segala arah, termasuk sektor riil yang dibiayai oleh bank syariah.
- Risiko Kredit (pembiayaan)
Proses pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqishah yang dilakukan dengan cara mengangangsur setiap bulan akan terkena risiko kredit. Dimana dimungkinkan tejadinya wan prestasi dari pihak nasabah yang tidak mampu menunaikan kewajibannya setiap bulan. Ketidakmampuan nasabah melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran setiap bulan berakibat pada kegagalan kontrak yang dapat menjadi penyebab munculnya kerugian pihak bank syariah.
- Resiko Legal/Hukum
Risiko legal/hukum adalah risiko timbulnya kerugian akibat tidak terpenuhinya aspek-aspek legalitas baik dari segi identitas Nasabah selaku subyek pembiayaan; segi obyek pembiayaan; segi jaminan maupun aspek akad dan perjanjian pembiayaan itu sendiri.
Pembiayaan MMQ termasuk dalam kategori produk dengan profil risiko yang tinggi karena partisipasi modal disetarakan dengan porsi bagi untung rugi yang berarti juga setara dengan penanggungan risiko sesuai porsi penyertaan modal masing-masing pihak. Ada tiga tahap dalam Pembiayaan MMQ yakni pra kontrak, masa kontrak dan penyelesaian kontrak. Dalam setiap tahap pembiayaan MMQ ini perlu adanya manajemen risiko disusun untuk menghasilkan keputusan yang optimal. Selain itu bank syariah harus memiliki kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang komprehensif dan efektif disertai sistem dan pengawasan internal agar setiap risiko mampu teridentifikasi dan sesuai dengan selera risiko (risk appetite) bank syariah yang bersangkutan.
[Standar Akuntansi dan Pembukuan]
Produk Pembiayaan kemitraan berbasis bagi hasil dengan akad Musyarakah Mutanaqishah merupakan suatu jenis transaksi kerjasama antara bank dan nasabah dengan tujuan kepemilikan aset bersama berupa penyertaan (kontribusi) modal dalam aset tersebut dan bertanggungjawab atas risiko untung dan rugi sesuai yang disepakati bersama dalam akad/perjanjian.Dalam hal ini, kerjasama yang dilakukan berupa kepemilikan aset (barang) dimana porsi modal atau porsi kepemilikan aset salah satu pihak (syarik) akan berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Dalam struktur pembiayaan ini terdapat beberapa transaksi sebagaimana yang tertuang dalam akad/perjanjian yang mengikatnya utamanya adalah akad Musyarakah dan Ijarah. Mengingat belum tersedianya PSAK yang mengatur khusus transaksi Musyarakah Mutanaqishah maka penerapan perlakuan akuntansi pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah menggunakan kombinasi PSAK No.106 tentang Musyarakah dan PSAK No.107 tentang Ijarah.
[Mekanisme/Skema Produk Berbasis Musyarakah Mutanaqishah untuk KPR iB]
KPR iB merupakan produk pembiayaan dalam perbankan syariah, disini akan dibahas dengan menggunakan akad musyarakah mutanaqishah (partnership), yang dalam pelaksanaannya nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan sebuah rumah, misalnya 30% dari nasabah dan 70% dari bank. Pengadaan sebuah rumah berlangsung ketika dana mencapai 100%. Untuk memiliki rumah tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Rumah yang telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi 100% dan porsi bank 0%.
Selengkapnya Contoh Skema Produk Berbasis Musyarakah Mutanaqishah untuk KPR iB
Keterangan:
- Bank syariah dan nasabah perorangan atau perusahaan melakukan perjanjian pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqishah (MMQ) dalam jangka waktu 3 tahun berupa KPR ib sebagaimana yang disepakati para pihak dengan total modal kemitraan MMQ senilai misalnya Rp 500 juta di mana porsi Bank sebesar 72% senilai 360 juta dan porsi nasabah sebesar 28% senilai Rp 140 juta dengan nisbah pembagian keuntungan 60 : 40.
- Bank menyalurkan dana senilai porsi modalnya (hishshah) dan nasabah menyetorkan dana senilai porse modalnya (hishsha) sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan kesepakatan para pihak
- Pembiayaan MMQ digunakan untuk pembelian aset MMQ sebagai modal usaha bersama antara Bank dan nasabah berupa mobil atau rumah untuk disewakan (ijarah)
- Penyewa aset/aktiva MMQ sebagai objek usaha bersama yang dapat disewa sendiri oleh nasabah selaku konsumen penyewa (mu’jir) dengan membayar sewa (ujrah) yang hasilnya dibagi hasilkan antara Bank dan nasabah sesuai nisabah yang disepakati.
- Pembayaran uang sewa (ujrah) oleh Nasabah selaku konsumen penyewa (musta’jir) kepada kemitraan usaha yang dimiliki bersama (Bank dan Nasabah MMQ) selaku sewa (mujir) sebesar misalnya Rp 10 juta perbulan
- Pembagian hasil usaha penyewaan rumah atau mobil berupa pendapatan Rp 10 juta/bulan antara Bank dan nasabah sesuai nisbah bagi hasil, Bank mendapat bagi hasil sebesar Rp 6 juta dan nasabah mendapat bagi hasil sebesar Rp 4 juta.
- Pembayaran bagi hasil yang wajib disetorkan nasabah kepada Bank sebesar Rp 6 juta/bulan dan pendapatan bagi hasil nasabah selaku nasabah mitra MMQ sebagai salah satu bagian sumber pembayaran angsuran pokok untuk pengambilalihan porsi modal (hishshah) Bank oleh nasabah.
- Disamping membayar bagi hasil, nasabah setiap bulan juga membayar angsuran pokok sebesara Rp 10 juta untuk pengambilalihan porsi modal (hishshah) bank sampai dengan berakhirnya masa perjanjian pembiayaan MMQ, dimana seluruh aset MMQ menjadi milik penuh nasabah.
Komentar Terbaru